Tanah Suci dan Politik Syirik Negara Israel
“Kami telah berikan
kepada Musa (‘alayhi
salam) Kitab (Taurat) dan menjadikannnya
sebagai petunjuk bagi Bani Israel, (dengan perintah), “Jangan ambil selain Aku
sebagai Pengatur (yang paling berkuasa dalam urusan kalian).” (al-Qur’an, Bani
Israel, 17: 2) (Syirik adalah penyembahan pada apapun selain Tuhannya
Ibrahim (‘alayhi salam), penyelewengan pada penyembahan Tuhan yang Esa tersebut juga
termasuk Syirik. Kufur adalah penolakan terhadap kebenaran.)
Israel adalah negara
sekuler modern yang terletak di Tanah Suci. Sistem politiknya
berdasarkan politik sekulerisme. Apakah ada legitimasi religius terhadap sebuah
negara sekuler modern tersebut jika dipertimbangkan menurut agama Ibrahim? Dan
apakah sebuah negara sekuler tersebut, yang didirikan di Tanah Suci, sesuai
dengan atau melanggar syarat-syarat yang ditentukan Tuhan bagi pewaris Tanah
Suci? Bab ini berusaha menjawab pertanyaan tersebut. Tatanan
Dunia Saat Ini Hal yang aneh adalah
saat ini di dunia yang masih terdiri dari banyak peradaban besar
non-Eropa, ternyata tidak ada yang memiliki kekuasaan atas wilayahnya sendiri.
Di mana pun di dunia saat ini, umat manusia tunduk pada kekuasaan Peradaban
Eropa dan dipeluk oleh model negara sekuler Eropa. Sistem negara sekuler Eropa
kemudian membentuk lembaga politik internasional baru yang disebut (pada
awalnya) Liga Bangsa-Bangsa yang kemudian dibangkitkan kembali menjadi
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pada namanya saja, ‘Perserikatan Bangsa-Bangsa’,
tersimpan tujuan Tatanan Dunia Baru yang diciptakan oleh Bangsa Eropa untuk
menyatukan dunia di bawah pengaruh politik dan kendali Eropa sehingga pada
akhirnya mereka dapat menguasai dunia. Pada saat buku ini ditulis, Eropa
berdiri di akhir pencapaian keberhasilan dari strategi politik tersebut. Semua
peradaban non-Eropa di dunia tampak tidak berdaya untuk membebaskan diri
mereka sendiri dari genggaman Eropa sekuler.
Tujuan utama dari
usaha Eropa ini adalah membuat umat Yahudi kembali ke Tanah Suci dan
memberikan kekuasaan
kepada umat Yahudi sehingga mereka dapat menguasai dunia dari Jerusalem. Al-Qur’an
(al-Anbiyah, 21: 96) dengan sangat jelas telah menyatakan bahwa saat Ya’juj dan
Ma’juj dilepas ke dunia oleh Allah Maha Tinggi, mereka akan ‘turun
berkerumun dengan cepat dari setiap ketinggian’, akibatnya suatu kaum yang telah
diusir dari sebuah ‘Kota’ (Qaryah) yang dihancurkan Allah Maha Tinggi dan
dilarang kembali, sekarang dapat kembali ke ’Kota’ itu dan memilikinya lagi.
Buku ini berargumen bahwa ‘Kota’ itu adalah Jerusalem! Saat Ya’juj dan Ma’juj turun berkerumun dengan cepat
dari setiap ketinggian, tidak mungkin bagi umat
manusia lainnya dapat menentang mereka karena pernyataan Tuhan:
“Aku telah memunculkan dari antara hamba-hamba-Ku suatu kaum
yang tidak akan ada yang sanggup untuk melawannya; engkau bawalah
orang-orang ini dengan selamat ke Tur, kemudian Allah akan mengirimkan Ya’juj dan Ma’juj
dan mereka akan turun berkerumun dengan cepat dari setiap ketinggian.” (Sahih Muslim)
Dari peringatan di
atas, jelas bahwa Peradaban Eropa adalah Peradaban Ya’juj dan Ma’juj. Asal Mula
Pembentukan Negara Sekuler Modern Negara sekuler modern
muncul setelah Peradaban Euro-Kristen secara misterius diserang
dari dalam dan dijadikan target perubahan revolusioner sehingga peradaban
yang dengan pura-pura berlandaskan keimanan pada agama Kristen dan Yahudi tersebut
berubah menjadi peradaban sekuler yang sangat kuat, pada intinya tidak
bertuhan, sangat menipu, dan dekaden. Ini adalah salah satu peristiwa paling unik
dan penting yang pernah terjadi dalam sejarah Eropa. Ketidakbertuhanan
negara-negara Eropa modern dengan jelas tampak pada paham ‘materialisme’
yang mereka anut yang merupakan puncak logis dari adopsi epistemologi ‘satu
mata’ yang menuntut bahwa ilmu pengetahuan hanya didapat dari satu sumber
yakni observasi eksternal dan eksperimen. ‘Mata’ yang lain, yakni pengetahuan
internal intuitif spiritual ditolak sebagai alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
Negara sekuler modern
muncul sebagai akibat dari penggunaan paham ketidakbertuhanan
Eropa-baru dalam filosofi dan teori politik. Negara sekuler pernah muncul
sebelumnya dalam sejarah, tetapi hanya pada zaman modern inilah negara sekuler
tersebut menjadi fenomena universal yang dianut oleh seluruh umat manusia dalam
tatanan dunia sekuler. Dan zaman modern muncul sebagai akibat dari revolusi
Eropa tersebut, yang memeluk seluruh umat manusia dalam pelukan sekuler tidak
bertuhannya dan selanjutnya mengubah seluruh umat manusia ke dalam
tatanan dunia yang satu, global, tidak bertuhan, sekuler, dan dekaden. Adakah yang
dapat menjelaskan hal itu? Klaim kami adalah bahwa hanya al-Qur’an yang
menjelaskan hal itu!
Bahkan, revolusi
Eropa tak bertuhan adalah fenomena yang lebih misterius karena diiringi
dengan revolusi sains dan teknologi yang menguatkan Eropa tak bertuhan dengan
suatu ‘kekuatan’ yang tampaknya tak tertandingi, dan memberikan suatu
‘pesona’ yang membuatnya menarik tak tertahankan. Mesin uap, kereta api,
sepeda motor, truk, mesin tank untuk peperangan, kapal laut dengan energi uap dan
minyak, pesawat terbang, dll. telah mengubah cara dunia bepergian dan
berperang. Listrik telah mengubah cara hidup manusia. Telepon, telegrap, dan
internet membuat komunikasi jarak jauh yang cepat, dan akibatnya mengubah cara hidup
umat manusia. Dan sebuah revolusi feminis memberikan kebebasan kepada kaum
wanita untuk memegang peran fungsional kaum lelaki dalam kehidupan
sosial dan menolak perbedaan fungsional yang ditentukan dan ditakdirkan Allah
Maha Tinggi (al-Qur’an, al-Lail, 92: 4). Hal itu justru digembar-gemborkan
sebagai pembebasan kaum wanita! Semua itu menghasilkan perubahan yang sangat
signifikan dalam cara hidup manusia.
Eropa-baru mengatur
serangan godaan kepada umat manusia dengan daya tarik berdasarkan insting
kerakusan dan hawa nafsu. Revolusi seksual berjanji untuk membuat kenikmatan
seks – yang alami maupun tidak alami – dengan siap dan bebas tersedia
bagaikan sinar matahari. Pernikahan semakin dianggap sebagai
suatu yang berlebihan
dan umat manusia dapat memilih untuk hidup bersama dengan pasangannya
tanpa ikatan pernikahan namun tetap dianggap sebagai pelopor cara hidup
modern yang dihormati.
Homoseksual dan
lesbianisme dibela sebagai seksualitas alternatif dan menjadi begitu diterima dalam
kesadaran masyarakat populer sehingga seorang Pendeta atau Rabi homo atau
lesbi dapat menuntut kehormatan dan tetap menjalankan fungsi sebagai
seorang Pendeta atau Rabi. Bahkan, istilah ‘homoseks’ diganti untuk menghilangkan
kejijikan sosial yang terkait dengan seks yang tidak alami. Homoseks
diganti dengan kata ‘gay’. Publik yang tidak curiga menerima perubahan istilah
yang tampak tidak bersalah tersebut.
Revolusi konsumerisme
memberi manusia hasrat yang tak pernah terpuaskan untuk mendapatkan
barang-barang baru yang memesonakan mata, lagi dan lagi.
Eropa-baru yang tak
bertuhan selanjutnya menggunakan ‘kekuatan’-nya untuk menaklukan
bagian dunia lainnya dan menjadikannya koloni, kemudian menggunakan
‘glamor’-nya untuk menggoda seluruh umat manusia agar meniru cara hidup Eropa yang
tidak bertuhan, dekaden, dan budaya baru konsumerisme.
Revolusi Eropa yang
tidak bertuhan membawa perubahan politik dengan Revolusi Amerika, Prancis, dan
Bolshevik pada 1776, 1787-1800, dan 1917. Perubahan ekonomi adalah
munculnya sistem ekonomi berbasis Riba, dan berhasil dicapai melalui revolusi
Protestan. Dan perubahan kultural adalah munculnya revolusi feminis dengan
perjuangannya untuk kebebasan kaum wanita. Tetapi tidak ada dari
revolusi-revolusi ini yang dapat terjadi tanpa didukung oleh revolusi sains dan teknologi.
Syirik dan
Kufur dalam Negara Sekuler Modern
Pada akhir dari
revolusi Peradaban Euro-Kristen tersebut, yang sebelumnya hidup berlandaskan
keimanan pada Tuhan dan supremasi dan kedaulatan-Nya, menjadi tidak
lagi mengakui kedaulatan Tuhannya Ibrahim (‘alayhi salam) , kekuasaan-Nya, dan
hukum-Nya tidak menjadi yang tertinggi. ‘Negara sekuler modern’
sekarang diakui sebagai yang ‘berdaulat’, dan itu adalah Syirik! Kekuasaan dan
hukum ‘negara sekuler modern’ sekarang diakui sebagai yang ‘tertinggi’, dan
itu adalah Syirik! Negara memiliki kekuasaan untuk
menyatakan Halal
(melegalkan dan mengijinkan) hal-hal yang Tuhannya Ibrahim (‘alayhi
salam) telah menyatakannya
Haram (ilegal dan terlarang), dan itu adalah Syirik!
Syirik adalah
perbuatan dosa yang sangat besar. Sesungguhnya Syirik adalah dosa terbesar dari
semua dosa. Syirik adalah satu perbuatan dosa yang Tuhannya Ibrahim, Maha Tinggi,
menyatakan bahwa Dia tidak akan mengampuninya: “Sesungguhnya
Allah tidak (atau tidak akan) mengampuni Syirik. Tetapi Dia (dapat)
mengampuni (dosa) yang lainnya bagi siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa
yang melakukan Syirik, maka sungguh, dia telah melakukan dosa yang sangat
besar.” (al-Qur’an,
an-Nisa, 4: 48)
Siapapun yang
melakukan Syirik dan mati dalam keadaan tersebut, maka dia tidak akan pernah
memasuki surga:
“…
Sesungguhnya barang siapa melakukan Syirik, maka sungguh, Allah telah mengharamkan
surga baginya. Mereka akan tinggal di dalam neraka …” (al-Qur’an,
al-Maidah, 5: 72)
Penyembahan berhala
adalah bentuk Syirik yang paling jelas. Bentuk Syirik ini telah menghilang
secara besar-besaran dari dunia modern saat ini. Tetapi ada bentuk
Syirik lain yang juga dijelaskan dalam al-Qur’an. Fir’aun, contohnya, menyatakan
kepada Musa (‘alayhi
salam): “Akulah Tuhan-Rajamu yang maha
tinggi”, dan dia menyatakan
kepada jajaran petinggi negaranya, “Wahai para
petinggi negara! Tidak ada Tuhan-Raja bagi kalian selain diriku…” itu adalah Syirik!
Penyembahan pada Fir’aun oleh Bangsa Mesir mensyaratkan mereka tunduk untuk
mengakui kekuasaannya sebagai kekuasaan tertinggi di Tanah Mesir, dan
mengakui hukumnya sebagai hukum yang tertinggi di Tanah Mesir. Itu pun
Syirik!
Al-Qur’an
berulang-ulang memperingatkan orang-orang yang membentuk sistem hukum dan
keadilan, yang berlandaskan pada ‘selain’ atau ‘bertentangan’ dengan kekuasaan
Allah dan hukum Allah. Walau bagaimana pun, saat petunjuk Tuhan sampai kepada
suatu umat (seperti umat Yahudi, Kristen, dan Muslim) dan mereka menerima
petunjuk itu maka keadaan menjadi sangat berbeda. Jika suatu umat memiliki
kesempatan untuk memegang kekuasaan di suatu wilayah dan mereka gagal
menerapkan hukum dan kekuasaan yang berlandaskan pada hukum Tuhan yang telah
diwahyukan, maka al-Qur’an dengan tegas mengutuk mereka dan menghina mereka
berbuat Kufur (tidak beriman), Zalim (tidak adil), dan Fasiq (kejahatan dan dosa
besar):
“…Barang
siapa yang menentukan hukum tidak berdasarkan apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itulah orang-orang yang Kufur (tidak beriman).”
“…Barang
siapa yang menentukan hukum tidak berdasarkan apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itulah orang-orang yang melakukan perbuatan Zalim
(ketidakadilan dan penindasan).”
“…Barang
siapa yang menentukan hukum tidak berdasarkan apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itulah orang-orang yang melakukan perbuatan Fasiq
(kejahatan dan dosa besar).”(al-Qur’an,
al-Maidah, 5: 44,45,47)
Karena pernyataan
Fir’aun dan aplikasi konkretnya di Tanah Mesir adalah perbuatan Syirik,
maka pernyataan yang sama dari negara sekuler modern pun adalah perbuatan
Syirik! Karena Tuhannya Ibrahim (‘alayhi salam) menyatakan bahwa: “Siapapun yang menentukan hukum
tidak berlandaskan pada apa yang Allah
turunkan maka mereka melakukan perbuatan Kufur (tidak beriman), Zalim (ketidakadilan
dan penindasan), dan Fasiq (kejahatan dan dosa besar)”, dan negara sekuler modern
melakukan tepat seperti itu. Oleh karenanya, umat Yahudi, Kristen, dan Muslim
yang membentuk negara sekuler setelah menerima hukum Tuhan melalui Taurat,
Zabur, Injil, dan al-Qur’an bersalah melakukan Kufur,
Zalim, dan Fasiq!
Jika seorang Yahudi,
Kristen, atau Muslim memberikan suara pada pemilu di negara sekuler
modern, suara itu berarti dia menganggap partai yang dia pilih pantas
memerintah atasnya. Dan jika partai tersebut sebagai pemerintah melakukan Syirik,
Kufur, Zalim, dan Fasiq maka implikasinya adalah pemeluk Yahudi, Kristen, atau
Islam tersebut mengikuti partainya dan pemerintahannya dalam Syirik, Kufur,
Zalim, dan Fasiq! Al-Qur’an juga melaporkan Syirik sebagai perbuatan yang
menjadikan Halal apapun yang Allah telah menjadikannya Haram (dan sebaliknya).
Maka dari itu, wahyu turun dari Tuhannya Ibrahim (‘alayhi salam) tentang umat Yahudi
dan Kristen yang melakukan dosa besar tersebut:
“Mereka
menjadikan para Rabi (Yahudi) dan para Pendetanya (Kristen) sebagai Tuhan
selain Allah; dan (mereka juga melakukan ini terhadap) al-Masih putra Maryam.
Padahal mereka hanya disuruh untuk menyembah dan mengabdi kepada satu
Tuhan; tidak ada Tuhan selain Dia. Maha Suci Dia dari perbuatan Syirik yang
mereka lakukan.” (al-Qur’an,
at-Taubah, 9: 31)
Saat umat Yahudi
melakukan hal ini, Daud (‘alayhi
salam) dan ‘Isa (Jesus) (‘alayhi
salam) mengutuk mereka:
“Kutukan
dijatuhkan kepada orang-orang di antara Bani Israel yang menolak iman
melalui lisan Daud dan ‘Isa putra Maryam, karena mereka durhaka dan keras
hati dengan melewati batas.”
“Mereka
tidak menerapkan larangan pada perbuatan-perbuatan mungkar (dosa
dan jahat) yang mereka lakukan. Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat.” (al-Qur’an,
al-Maidah, 5: 78-79)
Siapapun yang mati
dengan kutukan Nabi menimpanya maka dia tidak memiliki kesempatan
sedikit pun untuk dapat menyelamatkan diri dari api yang membakar di
neraka! Adalah tingginya kemunafikan orang-orang yang menyatakan bahwa
mereka menyembah Tuhannya Ibrahim, lalu melegalkan apa yang Dia telah
menjadikannya ilegal, dan melarang apa yang telah Dia ijinkan: “Orang-orang
munafik, laki-laki dan perempuan, (memiliki pengertian) satu dengan
yang lain, mereka mengajak pada perbuatan mungkar (kejahatan), dan melarang
yang makruf (keadilan), dan mereka menggenggamkan tangannya (kikir).
Mereka telah melupakan Allah, maka Dia melupakan mereka (pula). Sesungguhnya
orang-orang munafik itulah orang-orang yang Fasiq (durhaka dan suka
menentang).” (al-Qur’an,
at-Taubah, 9: 67)
Jika para Pendeta dan
Rabi membuat Halal apa yang Allah menyatakannya Haram berarti telah
melakukan perbuatan Syirik, maka pemerintah yang melakukan hal yang
sama pun berbuat Syirik. Dan jika itu mendapat kutukan dari Nabi-nabi pada saat
itu, maka saat ini pun sama!
Sekarang, metode umum
pendekatan mempelajari masalah ini adalah dengan mengukur kekuatan
argumen ‘pro’ dan ‘kontra’ tentang partisipasi orangorang beriman dalam pemilu
politik di negara sekuler modern. Pembela negara sekuler menjadi
pandai berbicara dengan mengesankan mengenai manfaatnya. Sebagian berargumen,
“Jika kita tidak berpartisipasi dalam pemilu politik maka kita tidak akan
memiliki wakil-wakil politik, tidak seorang pun yang akan memperjuangkan
hak-hak kita.” Pada tingkat pemikiran yang lebih serius, argumen yang lain
diangkat, “Partisipasi dalam pemilu politik adalah syarat penting untuk
keberhasilan perjuangan mengubah sistem politik yang tidak bertuhan.” Masalah
Syirik dipandang dengan dalih, “Kita berpartisipasi dalam pemilu tetapi
melakukannya dengan dasar pendirian bahwa kita tidak menerima konstitusi sekuler
dan negara sekuler yang mereka pertahankan. Klausul pelarian ini akan melindungi
kita dari Syirik.”
Tanggapan kami adalah
bahwa partisipasi dalam pemilu politik di negara sekuler menandakan
penerimaan sifat sekuler negara. Negara sekuler membuat pernyataan yang sama
dengan yang Fir’aun nyatakan kepada Musa (‘alayhisalam). Pernyataan itu adalah: Negara yang
berdaulat. Kekuasaannya adalah yang tertinggi.
Hukumnya adalah yang tertinggi. Itu adalah Syirik! Jika orangorang memberikan suaranya
pada pemilu di negara sekuler maka berarti mereka menerima klaim negara
yang berdaulat. Mereka menerima klaimnya sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi. Dan mereka menerima hukumnya sebagai hukum tertinggi. Jika
orang-orang beriman memberikan suaranya dalam pemilu tersebut, maka mereka tidak
dapat lepas dari Syirik.
Kedua, jika
orang-orang beriman memberikan suara dalam pemilu di suatu negara sekuler maka
mereka harus memberikan suara kepada suatu partai politik. Jika partai itu,
sebagai pemerintah menyatakan Halal apa yang Tuhannya Ibrahim, Maha Tinggi, telah
menjadikannya Haram, atau menerapkan hukum seperti itu,
maka pemerintah itu
melakukan Syirik. Di seluruh dunia saat ini, pemerintah dan badan legislatif
negara sekuler telah menyatakan Halal hampir segala hal yang Allah telah nyatakan
Haram. Jika orang-orang beriman memberikan suara mereka kepada partai politik
dan pemerintah yang telah melakukan Syirik di atas Syirik, maka suara tersebut
berarti menerima partai politik dan pemerintah tersebut pantas memerintah mereka.
Maka dari itu, orang-orang beriman ikut terjerumus bersama mereka dalam
dosa Syirik, Kufur, Zalim, dan Fasiq!
Ketiga, metode pemilu
ini mengandung pelanggaran dan pengabaian terhadap sistem pemerintahan
plural yang dicontohkan Nabi Islam (shollallahu ‘alayhi wassalam)
yang diberkahi. Partai politik dan
pemerintah di seluruh dunia saat ini adalah terdiri dari orangorang yang dengan penuh
kehinaan tetap menyatakan Halal hal-hal yang Allah nyatakan Haram. Saat
suatu kaum dengan penuh kehinaan tetap melakukan perbuatan Haram,
mereka pasti mendapat balasan yang mengerikan. Yang demikian itu adalah
jelas seperti sinar mentari pada siang hari bahwa dunia sekuler telah
mendapat balasan itu. Balasan apa itu?
“Maka
setelah mereka bersikap sombong tetap melakukan apa yang mereka telah
dilarang melakukannya, Kami katakan kepada mereka (Kami menetapkan mereka),
“Jadilah kalian seperti kera yang hina!” (al-Qur’an,
al-’Araf, 7: 166)
Artinya adalah mereka
sekarang hidup seperti kera, begitu tidak mampu melakukan pengendalian
atas hasrat dan nafsu kotornya sehingga, pada ‘Zaman Akhir’, mereka akan
melakukan hubungan seks di tempat umum seperti keledai. Negara sekuler modern
melegalkan pemberian pinjaman uang dengan bunga (Riba). Dengan jumlah
yang meningkat, negara-negara sekuler modern telah melegalkan perjudian,
konsumsi dan penjualan minuman keras dan daging babi, penggunaan uang
kertas yang terus-menerus kehilangan nilai, aborsi, homoseksualitas,
lesbianisme, perselingkuhan, dan perzinahan.
Seluruh dunia saat
ini terdiri dari negara sekuler modern yang tidak lagi mengakui Hukum Allah
bahwa seorang anak lelaki harus mendapat warisan sebanyak dua kali
bagian anak perempuan. Mereka mengatakan itu adalah hukum yang
mendiskriminasikan kaum wanita, dan mereka membuat hukum mereka sendiri yang, mereka
klaim, lebih adil daripada Hukum Allah. Pada kenyataannya, hukum mereka adalah
tidak berhukum. Seseorang dapat meninggalkan seluruh kekayaannya kepada
sembrang orang dan tidak meninggalkan apa-apa untuk isteri dan anak-anaknya!
Negara sekuler modern melarang seorang pria menikahi lebih dari satu
wanita pada saat yang sama karena mereka menganggap itu adalah diskriminasi
terhadap kaum wanita. Kemudian mereka melarang kaum pria memiliki lebih
dari satu isteri pada waktu yang sama, dan dengan begitu, mereka mengklaim
telah menghapuskan ketidakadilan terhadap kaum wanita yang ada dalam Hukum
Allah. Alternatif ini telah menghasilkan sebuah revolusi seksual yang membuat
penghinaan terhadap pernikahan itu sendiri! Seorang isteri tidak lagi memiliki
kewajiban, secara legal ataupun moral, untuk patuh kepada suaminya karena itu
akan mendiskriminasikan kesetaraan lelaki dan perempuan.
Mentari tidak pernah
terbit dari dunia yang lebih aneh daripada dunia Eropa modern yang glamor
dan tidak bertuhan, dan itu sesungguhnya adalah suatu tanda yang buruk! Karakteristik agama
Ibrahim (‘alayhi
salam) adalah tidak ada
ruang, dalam keadaan bagaimana
pun, untuk Kufur (tidak beriman) dan Syirik (penyelewengan atau penolakan
penyembahan satu Tuhan yang benar) di dalamnya. Tetapi sistem politik sekuler dari
Peradaban Eropa-baru yang pada intinya tidak bertuhan, yang sekarang dikenal
sebagai Peradaban Barat modern, adalah berlandaskan Kufur dan Syirik.
Perserikatan Bangsa-Bangsa didirikan atas Syirik. Piagam PBB menyatakan bahwa
Allah Maha Tinggi bukan al-Akbar! Pasal 24 dan 25 dari piagam itu
menyatakan bahwa Dewan Keamanan PBB memiliki kekuasaan tertinggi di dunia
dalam semua hal yang berkaitan dengan kedamaian dan keamanan
internasional, kekuasaan Dewan Keamanan PBB diakui menjadi
lebih tinggi dari
kekuasaan Allah Maha Tinggi dan Rasul-Nya (shollallahu ‘alayhiwassalam). Itu adalah Syirik!
Kemudian bagaimana
kami menjelaskan fenomena Bani Israel menerima negara sekuler modern
di Tanah Suci? Dan bagaimana kami menjelaskan fenomena Muslim di
seluruh dunia menerima negara sekuler modern sebagai pemerintah yang sah
menggantikan Khilafah? Mungkin inilah momen yang tepat bagi kami untuk
menjelaskan apa itu Khilafah dan kemudian membandingkannya dengan negara sekuler
modern. Ketidakpedulian dunia saat ini begitu sedemikian rupa hingga bahkan
umat Muslim pun tidak memberikan perhatian pada subjek ini.
Khilafah dan Negara Sekuler Modern
Khilafah Islam adalah
konsep negara dan sistem politik yang mengakui Kedaulatan,
Kekuasaan, dan Hukum Tertinggi Allah dan menerapkan aturan Haram adalah Haram
dan Halal adalah Halal. Khilafah muncul sebagai konsekuensi tepat
atas tuntutan perintah ketaatan kepada Allah, Rasul-Nya, dan ‘orang-orang yang
berkuasa di antara umat Muslim’.
“Wahai
orang-orang beriman, taatilah Allah, dan taatilah Rasul, dan (taatilah) orang-orang
di antara kalian yang (kedudukannya) berkuasa …” (al-Qur’an,
an-Nisa, 4: 59)
Islam menolak
ketaatan yang terbagi – bahwa seseorang dapat memberikan kesetiaan tertinggi
kepada negara, tetapi juga memberikan kesetiaan tertinggi kepada Allah Maha
Tinggi. Dua dunia (dunia agama dan dunia politik) tidak terpisah satu dengan
yang lainnya karena al-Qur’an menyatakan, “Allah adalah yang
Pertama dan yang Terakhir, yang Nyata dan yang Tersembunyi.” (al-Qur’an,
al-Hadid, 57: 3).
Ketaatan tertinggi harus diberikan kepada Allah, bukan kepada negara yang
tidak tunduk pada Allah, karena al-Qur’an meminta orangorang beriman menyatakan:
“Katakanlah:
Sesungguhnya, sholatku, pengorbananku, hidupku, dan matiku semuanya
untuk Allah, Tuhan seluruh Alam.” (al-Qur’an,
al-An’am, 6: 162)
Eropa meruntuhkan
model negara dan sistem politik Islam saat Khilafah Ottoman dijadikan
sebagai target lalu dihancurkan. Eropa kemudian memastikan Khilafah Islam tidak
akan pernah dapat didirikan lagi. Mereka melakukannya dengan membantu
pembentukan negara sekuler Saudi-Arabia di Hijaz, kemudian memastikan negara itu
bertahan dengan menjaga keamanannya. Khilafah tidak akan pernah
direstorasi karena dua alasan. Pertama, rezim Saudi-Wahabi yang menguasai Haramain,
Hijaz, dan Hajj tidak akan pernah mengakui Khilafah.
Kedua, selama mereka
menguasai Haramain, Hijaz, dan Hajj, tidak seorang pun dapat mengakui
Khilafah! Ada banyak alasan
yang menjelaskan mengapa Eropa menargetkan dan meruntuhkan Khilafah
Islam. Pertama adalah untuk memfasilitasi tercapainya tujuan merebut Tanah
Suci dan mengembalikan umat Yahudi ke sana. Kedua adalah untuk
memungkinkan penganutan Syirik universal dengan model negara sekuler Eropa-baru.
Setelah dihancurkan, Khilafah Islam digantikan oleh negara sekuler modern-Turki
dan negara sekuler Saudi-Arabia di jantung Tanah Arab bagi Islam Sunni.
Berkaitan dengan hal ini, umat Muslim India ditipu secara halus untuk menganut
Republik Pakistan sekuler. Ketiga, Khilafah harus diruntuhkan karena mengganggu
realisasi tujuan utama dari agenda Eropa-baru yang tidak bertuhan. Tujuan
tersebut yaitu mendirikan Israel Yahudi sebagai ‘Negara Penguasa’ di dunia –
yang menguasai dunia dari Jerusalem.
Nabi Muhammad (shollallahu ‘alayhi wassalam) membuat nubuat tentang Khilafah yang pada suatu saat
akan menghilang. Dia melakukannya dalam Hadits berikut:
“Betapa bahagianya kalian pada saat Putra Maryam turun ke
tengah-tengah kalian dan Imam kalian (Amirul Mu’minin atau Khalifah) akan muncul dari
tengah-tengah kalian (dia adalah Muslim).” (Sahih Bukhari)
Hadits ini menyatakan
tiga hal:
Pertama, Hadits
tersebut menginformasikan kepada kita bahwa Khilafah akan hadir di dunia pada
Zaman Akhir. Ini sama dengan nubuat bahwa Khilafah akan hilang dari dunia
tetapi suatu hari akan direstorasi. Kedua, sebelum restorasi Khilafah, umat Muslim
akan hidup selama suatu periode waktu di bawah otoritas,
kendali, dan
kekuasaan orang-orang non-Muslim. Itulah keadaan yang tepat tentang dunia kita
saat ini. Ketiga, kembalinya Khilafah akan menjadi peristiwa yang terjadi
berdekatan dengan kembalinya Putra Maryam. Dan karena kita tahu bahwa saat ‘Isa (Jesus) (‘alayhi salam) kembali, dia akan menguasai dunia dari Jerusalem sebagai seorang
Pemimpin Adil yang menjalankan Hukum Allah, implikasinya adalah
bahwa negara sekuler modern Israel di Tanah Suci akan digantikan oleh
negara Islam otentik yang terbebas dari belenggu Syirik Israel sekuler.
Orang-orang yang
tetap mempertahankan status
quo negara-bangsa Islam sekuler harus
berhenti meyakini nubuat Nabi Muhammad (shollallahu ‘alayhiwassalam)
mengenai restorasi Khilafah. Berbagai
Manfaat Negara Sekuler Modern Negara sekuler tidak
akan dapat medapatkan penerimaan dari umat Euro-Kristen dan
Euro-Yahudi, atau dari umat Muslim, juga tidak dapat menyamarkan Kufur dan Syiriknya,
kecuali dengan memberikan manfaat-manfaat yang nyata. Negara sekuler
modern muncul di Eropa sebagai tanggapan terhadap teokrasi Euro-Kristen
yang berkuasa dan opresif, dan untuk menantang kekuatan ‘sementara’
gereja Euro-Kristen. Para pelopor negara sekuler modern menantang gereja
dengan menyatakan injil baru yang segar, menarik, dan tidak mengekang kebebasan
intelektual dan religius, serta hak asasi manusia dan toleransi agama untuk
semua. Mereka juga membentuk keadaan politik yang menjaga kedamaian
hidup berdampingan antara agama-agama yang berbeda di wilayah yang sama.
Dengan demikian, negara sekuler modern menghentikan semua peperangan
berdarah atas nama agama yang menjangkiti Eropa selama berabad-abad.
Mereka juga dengan
ahli menyuap perut dan hati umat manusia dengan penemuan kreatifnya.
Mereka menemukan dan memproduksi banyak hal yang disenangi manusia,
apa pun agama yang diyakininya, sebagai kebutuhan penting dalam kehidupan
modern. Kapan pun seseorang menganut modernitas dengan segala penemuan
hebatnya, maka dia pun menganut negara sekuler dan jalan hidup sekuler. Itu
bukanlah suatu prestasi!
Kenyataan
Negara Sekuler Modern Tetapi
menfaat-manfaat nyata dari negara sekuler tidak mengubah landasannya yang Kufur dan
Syirik. Sesungguhnya, negara sekuler modern perlahan-lahan mulai menunjukkan
agenda sebenarnya yang sebelumnya tersembunyi, yakni menyaingi jalan hidup
religius. Sesungguhnya, agama perlahan-lahan menjadi semakin melemah dalam
dunia baru sekuler yang pada intinya tidak bertuhan.
Demokrasi negara
sekuler modern adalah pil racun pahit yang dilapisi gula manis. ‘Politik’
demokrasi bekerja sedemikian rupa untuk menjaga sistem ekonomi Riba yang
menindas dan mengeksploitasi masyarakat luas. Penindasan ekonomi sering kali
berkaitan dengan penindasan ras dan etnis. Banyak masyarakat yang
dimiskinkan tidak akan pernah dapat merebut kekuatan politik dari kaum elit
pemangsa yang kaya. Dan dengan demikian, mereka tidak akan pernah mendapatkan
kekuatan untuk menghentikan penindasan. Wahyu baru masyarakat sekuler
modern adalah kaum
kaya akan mewarisi dunia.
Dan itulah
gambaran tepat apa
yang sedang terjadi saat ini.
Eropa-baru kemudian
menggunakan kekuatan militernya yang tak terkalahkan dan tipu dayanya yang
menakjubkan untuk menguasai dan mencuci otak masyarakat non-Eropa.
Filosofi politik baru dengan konsep tidak bertuhan, negara berdaulatnya,
sistem ekonominya yang eksploitatif, dan budaya korupnya, akhirnya dianut oleh
umat manusia di bagian dunia lainnya. Itu bukanlah prestasi!
Aturan kolonial Barat
diterapkan oleh umat manusia lainnya, termasuk umat Muslim, dengan alat
sistem politik baru yang tidak bertuhan, yang berlandaskan Kufur dan Syirik,
yang diperkenalkan secara halus dan dengan tipu daya. Maka nubuat yang tidak
menyenangkan dari Nabi Muhammad (shollallahu ‘alayhiwassalam)
pun telah terwujud! Dia membuat nubuat
bahwa komunitasnya (Muslim) akan meniru dan
mengikuti umat Yahudi dan Kristen sedemikian rupa hingga bahkan jika mereka
terjun ke lubang kadal, komunitasnya pun akan melakukan hal yang sama!
Hasilnya adalah bahwa
dunia Yahudi, Kristen, dan Muslim menghadapi ujian kolektif terbesar dan
dengan menyedihkan gagal mematuhi perintah Tuhannya Ibrahim, Maha Tinggi,
saat Dia memerintahkan:
“Ikutilah
apa yang telah diturunkan kepada kalian dari Tuhan kalian, dan janganlah
kalian mengikuti Tuhan selain Dia sebagai pemimpin. Sedikit sekali kalian
mengambil pelajaran!” (al-Qur’an,
al-’Araf, 7: 3)
Negara sekuler baru
membuat sebuah sistem pemilu politik untuk memilih anggota legislatif
dan pemerintah, dan kadang-kadang untuk memilih hakim. Warga negara sekuler,
apa pun agama yang diyakininya, memberikan suara dalam pemilu
demokrasi. Mereka diwajibkan tunduk pada kekuasaannya dan taat kepadanya. Jika
pemilu menghasilkan pemerintah yang didominasi oleh umat Hindu penyembah
berhala yang secara terang-terangan berlaku kasar kepada orang-orang yang
menyembah Tuhannya Ibrahim (‘alayhi
salam) atau pemerintah yang menyatakan Halal
segala hal yang Allah Maha Tinggi telah menyatakannya Haram, maka prinsip
pemilu demokratik mensyaratkan umat Yahudi, Kristen, dan Muslim yang
menjadi warga negara sekuler mengakui pemerintah tersebut sebagai pemerintah
mereka yang sah, tunduk pada kekuasaannya, dan taat padanya.
Tidak ada keterangan
dalam Kitab yang diturunkan (Taurat, Injil, al-Qur’an) atau Sunah (contoh
atau jalan hidup) Nabi-nabi yang dapat digunakan untuk membenarkan umat
Yahudi, Kristen, dan Muslim berpartisipasi dalam pemilu sehingga mereka
dengan bebas memberikan suara untuk memilih pemerintah yang berbuat Syirik,
Kufur, Zalim, dan Fasiq seperti itu sebagai pemerintah yang sah bagi mereka.
Sebaliknya ada banyak kutukan yang jelas ditujukan kepada perbuatan seperti
itu!
Alternatif
bagi Orang-orang Beriman untuk Menghadapi Politik Pemilu di Negara
Sekuler Modern Pembaca dari umat
Yahudi, Kristen, dan Muslim mungkin bertanya: Adakah alternatif untuk
menghadapi pemilu politik di negara sekuler? Jawabannya adalah: Iya! Ada. Alternatifnya
adalah berjuang untuk merestorasi kedaulatan Tuhannya Ibrahim, Maha Tinggi,
dalam sistem politik – berjuang untuk pengakuan kekuasaan-Nya sebagai
kekuasaan tertinggi – dan berjuang untuk pengakuan Hukum-Nya sebagai
hukum tertinggi. Itu adalah perjuangan paling mulia yang dapat dilakukan oleh
manusia, dan itulah perjuangan yang harus dikejar hingga akhir waktu.
Alternatif untuk
orang-orang beriman adalah menegakkan apapun yang Allah jadikan Halal adalah
Halal, dan apa pun yang Allah jadikan Haram adalah Haram, tidak peduli harga
yang mungkin harus mereka bayar. Dan jika suatu kaum melakukan Syirik,
Kufur, Zalim, dan Fasiq, maka orang-orang beriman harus mengutuk perbuatan
tersebut, menentangnya, berjuang melawannya, dan kembali kepada Allah, dan berdoa
kepada-Nya untuk memisahkan mereka dari umat yang seperti itu:
“…Maka
pisahkanlah kami dari kaum durhaka yang penuh dosa itu!” (al-Qur’an,
al-Maidah, 5: 25)
Al-Qur’an menyebutkan
misi orang-orang beriman ini sebagai amr ma’ruf (mengajak pada
kebenaran) dan nahi
munkar (menentang
kebatilan). Jika perjuangan untuk
merestorasi Kedaulatan Allah Maha Tinggi dan supremasi Kekuasaan dan
Hukum-Nya berhasil, maka wilayah itu menjadi Darul Islam.
Umat Muslim berkuasa
atas wilayah itu. Tetapi ada model alternatif plural negara yakni umat Muslim
berbagi kekuasaan atas suatu wilayah dengan non-Muslim dengan dasar
persamaan politik dan melalui persetujuan konstitusional yang mengijinkan umat
Muslim mengakui Kedaulatan Allah dan supremasi Kekuasaan dan Hukum-Nya atas
‘mereka’. Nabi Muhammad (shollallahu
‘alayhi wassalam) mendirikan model
negara ‘plural’ tersebut di Negara-Kota Madinah yakni umat Muslim, Yahudi, dan
Arab pagan berbagi kekuasaan di wilayah negara dengan landasan persamaan
politik.
Manusia memiliki kebebasan
pilihan untuk menerima atau menolak agama Ibrahim (‘alayhi salam). Walau bagaimanapun, saat agama
Ibrahim (‘alayhisalam)
diterima, maka orang-orang beriman
tidak memiliki kebebasan memilih antara pemerintahan
yang beriman atau pemerintahan yang tidak beriman. Jika kebebasan mereka
untuk mengakui Kedaulatan Allah dan supremasi Kekuasaan dan Hukum-Nya atas
‘mereka’ ditolak di wilayah mana pun, maka mereka harus mencari suatu tempat
di mana kebebasan itu ada kemudian berpindah ke wilayah itu! Tuhannya Ibrahim,
Maha Tinggi, telah memerintahkan orang-orang beriman untuk:
“Wahai
orang-orang beriman, taatilah Allah, dan taatilah Rasul, dan (taatilah) orang-orang
yang (kedudukannya) berkuasa di antara kalian …” (al-Qur’an,
an-Nisa, 4: 59)
Jika mereka tidak lagi
memiliki kebebasan membentuk pemerintahan mereka sendiri di mana pun,
dan mereka harus hidup di bawah kekuasaan orang-orang yang tidak beriman,
maka orang-orang yang beriman pada agama Ibrahim (‘alayhisalam)
‘tunduk’ pada kekuasaan itu hingga saat
mereka dapat kembali memilih sahabat orang-orang
beriman berkuasa atas mereka. Tetapi ‘ketundukan’ pada kekuasaan yang tidak
beriman tidak boleh melibatkan partisipasi mereka dalam pembentukan
pemerintah yang tidak beriman.
Orang-orang beriman akan tunduk kepada kekuasaan
tersebut dengan syarat kebebasan beragama, yakni tidak ada aturan yang memaksa
mereka melanggar hukum Tuhannya Ibrahim. Sementara pemerintah tersebut
tidak akan menjadi pemerintah ‘mereka’, mereka dapat menasehati dan
membantu pemerintah tentang segala hal yang benar, baik, dan saleh; dan
memperingatkan, melawan, dan tidak terlibat dalam segala hal yang salah, jahat, dan
berdosa.
Sudah menjadi sifat
yang sangat melekat pada negara sekuler modern yakni tidak mengijinkan
pemilu digunakan untuk mengubahnya menjadi bentuk negara yang berbeda –
seperti bentuk negara yang mengakui Kedaulatan Tuhannya Ibrahim (‘alayhi salam) dan supremasi Kekuasaan dan Hukum-Nya.
Pemilu politik adalah alat untuk
membuat seluruh warga negara tunduk pada negara sekuler yang tidak bertuhan.
Nabi (shollallahu ‘alayhi wassalam) menyatakan bahwa dunia Kufur merupakan kesatuan esensial (al-kufru millatun wahidah). Dan ini adalah tepat seperti yang sekarang terjadi di
dunia. Umat Yahudi dan Kristen harus mempertimbangkan dengan hati-hati pada
fakta ketika umat Muslim Aljazair menggunakan ‘pemilu politik’ untuk
merestorasi agama Ibrahim (‘alayhi
salam) di Aljazair dan memenangkan 85% suara
pada pemilu nasional. Kemudian dunia yang tidak bertuhan datang dan
dengan kejam menghukum 85% pemilih tersebut yang berani berusaha mengubah
dasar negara sekuler yang tidak bertuhan.
Dengan demikian,
daripada memberikan suara dalam pemilu dan melegitimasi bentuk negara sekuler
yang berlandaskan Syirik, umat Muslim harus melindungi diri mereka dari
Syirik dengan memutuskan hubungan dengan negara sekuler. Mereka juga harus
menanggapinya dengan berargumen bahwa bentuk negara ‘plural’ yang
dibentuk Nabi Muhammad (shollallahu
‘alayhi wassalam) adalah bentuk negara
yang lebih baik daripada negara sekuler modern yang tidak bertuhan.
Penjelasan
Qur’ani Mengenai Syirik Universal Negara Sekuler Modern Pendapat kami adalah
bahwa hanya al-Qur’an yang dapat dan telah menjelaskan perubahan
penting politik yang terjadi di dunia Euro-Kristen, Euro-Yahudi, dan umat
manusia lainnya. Bagaimana penjelasannya?
Al-Qur’an telah
mengajarkan bahwa proses sejarah suatu hari akan berakhir saat Allah Maha
Tinggi menakdirkan ‘Hari Akhir’ mendatangi umat manusia dan dunia. Sebelum
‘Hari Akhir’ itu terjadi, akan ada ‘Zaman Akhir’. Diantara peristiwa-peristiwa
yang terjadi pada Zaman Akhir adalah lepasnya Dajjal al-Masih Palsu dan
Ya’juj dan Ma’juj ke dunia. Saat dilepaskan ke dunia, mereka menjadi pemain yang
berpengaruh dalam proses sejarah dan merekalah yang akan menjadi dalang
yang memainkan perubahan dunia yang unik dan tidak menyenangkan ini.
Nabi (shollallahu ‘alayhi wassalam) menyatakan bahwa pada Zaman Dajjal al-Masih
Palsu (Anti-Kristus) terjadi peristiwa menyebarnya Riba secara
universal. Itu juga akan menjadi zaman Syirik karena Dajjal akan ‘memainkan’
peran Tuhan dan menipu umat manusia untuk menerimanya.
Sangat jelas dan
terang bagi penulis, seperti terangnya cahaya mentari pada siang hari bahwa Dajjal
adalah dalang di balik penciptaan negara sekuler modern yang pada intinya tidak
bertuhan dan sistem pemilu politiknya. Penulis telah
bertumpu pada al-Qur’an dan Hadits dalam berargumen bahwa partisipasi pada
pemilu politik di negara sekuler modern merupakan Syirik dan Kufur. Jika tidak
setuju dengan pandangan yang disampaikan dalam buku ini, sarjana-sarjana Islam
harus menanggapinya dengan argumen yang berlandaskan al-Qur’an dan Sunah
Nabi Muhammad (shollallahu
‘alayhi wassalam). Mereka
harus menyatakan
syarat-syarat spesifik yang menghalalkan orang-orang beriman memberikan suara pada
pemilu.
Nabi yang diberkahi (shollallahu ‘alayhi wassalam) menyatakan: Apa yang Halal adalah
jelas, dan apa yang Haram adalah jelas, menjauhlah dari apa yang meragukan.
Sekarang giliran Ulama, yang merupakan
pembimbing orang-orang beriman, menentukan
apakah berpartisipasi dalam pemilu politik di negara sekuler modern adalah Halal.
Untuk menyampaikan jawaban positif yang memuaskan, Ulama harus
menunjukkan: pertama bahwa itu tidak haram, dan kedua bahwa itu tidak ‘meragukan’.
Dan mereka harus membuat tanggapan mereka berlandaskan perintah dalam
al-Qur’an dan Hadits yang otentik.
Negara
Sekuler Israel di Tanah Suci Sekarang, kami sampai
pada kesimpulan-kesimpulan yang berkaitan dengan legitimasi Negara
sekuler Israel yang telah direstorasi di Tanah Suci. Apakah keberhasilan Gerakan
Zionis merestorasi Negara Israel adalah validasi dari klaim Yahudi atas
Kebenaran? Apakah itu bukti kebaikan Tuhan? Negara Israel
sekuler, seperti semua negara sekuler, adalah sesuatu yang sangat terkutuk karena
berlandaskan Syirik! Ciri-ciri paling dasar dari agama Ibrahim (‘alayhi
salam) adalah terbebas dari
belenggu Syirik. Oleh karenanya, Israel sekuler tentu melanggar
syarat yang telah ditetapkan Tuhan untuk pewaris Tanah Suci.
Dengan demikian,
Israel sekuler tidak akan dapat bertahan di Tanah Suci. Israel sekuler akan
dihancurkan. Nabi Muhammad (shollallahu
‘alayhi wassalam) telah menjelaskan bahwa
pasukan Muslim akan muncul dari arah Khorasan yang akan menghancurkan Negara
Israel. Pasukan tersebut akan muncul setelah Imam al-Mahdi muncul dan
merestorasi Khilafah Islam. Dengan demikian,
restorasi Khilafah Islam akan menghancurkan Israel sekuler. Itu akan
menjadi kehancuran mereka yang ketiga dan yang terakhir. Yang pertama, pasukan
Babilonia digunakan untuk menghancurkan Israel. Dan yang kedua adalah pasukan
Romawi. Dan yang akan menjadi yang terakhir adalah pasukan Muslim.
Tetapi ada banyak
alasan-alasan politik lain yang menolak klaim restorasi Negara Israel di
Tanah Suci sebagai bukti kebaikan Tuhan yang mengesahkan klaim Yahudi atas
Kebenaran. Pertama, hal yang bertentangan bahwa bangsa Eropa modern yang
tidak bertuhan yang hidup dalam kehidupan yang dekaden,
dan yang menindas
bangsa lain, harus menjadi perantara kebaikan Tuhan untuk mencapai umat Yahudi
dan perantara pembuktian Kebenaran. ‘Perantara’ pasti sesuai dengan
‘akhir’.
Kedua, cara yang
digunakan untuk merestorasi Israel melibatkan pengusiran umat yang menyembah
Tuhannya Ibrahim (‘alayhi
salam) dari Tanah Suci.
Mereka diusir tanpa alasan
selain karena mereka bukan umat Yahudi. Ini merupakan penindasan. Sebagai
tambahan, karena pembentukan Israel, penindasan terhadap ras Arab, umat Muslim
maupun Kristen, yang tinggal di dan sekitar Tanah Suci, semakin meningkat.
Bukti kebaikan Tuhan tidak cocok dengan penindasan seperti itu!
Ketiga, saat Negara
Israel dibentuk, sudah jelas tidak ada rasa hormat kepada suatu yang sakral
dalam kesadaran orang-orang yang membentuk negara itu. Ketidakbertuhanan,
kerusakan, seks yang amoral, dan dekadensi Israel tidak berbeda dengan
Peradaban Eropa yang tidak bertuhan. Ini tidak dapat dipahami sebagai bukti
kebaikan Tuhan. Sesungguhnya, Negara Israel sekuler telah dibawa ke Tanah Suci menuju
kerusakan dan dekadensi yang bahkan perbudakan seksual pun tumbuh subur. Hal
ini bertentangan dengan kesalehan. Sesungguhnya, mereka adalah masyarakat
pagan yang sekarang ada di Tanah Suci!
Negara
Pagan di Tanah Suci Negara Yahudi Israel,
pada faktanya, adalah sebuah negara pagan yang menunjukkan semua
adat dan moral paganisme. Orang Yahudi yang diyakinkan bahwa peristiwa
kembalinya umat Yahudi ke Tanah Suci dan ‘restorasi’ Negara Israel adalah
kemajuan menuju kembalinya Zaman Emas dan pembuktian agama Yahudi atas kebenaran
harus merasa jijik pada artikel berita berikut yang diambil dari surat kabar The Jerusalem Post yang mengkonfirmasi cara hidup pagan
yang sekarang tumbuh subur
di Tanah Suci.
“Menurut statistik
polisi, ada lebih dari dua ratus rumah bordir, dua ratus klub seks, dan sejumlah
kantor yang menyediakan gadis panggilan di seluruh negeri. Yael Dayan, pemimpin
Komite Knesset pada status wanita, memperkirakan ada sekitar sejuta
kunjungan prostitusi setiap bulannya, baik di rumah bordir maupun di jalanan,
dan di layanan teman kencan untuk kelas atas. Sekitar 50 sampai 60 ‘klub-kesehatan’
beroperasi di beberapa blok sekitar pusat terminal bus lama Tel Aviv
saja, dengan pusat yang lainnya di Haifa, Jerusalem, Netanya, Beersheba, Ashkelon,
Ashdod, dan Eilat. Halaman belakang surat kabar lokal di banyak kota
dipenuhi dengan iklan layanan seks, juga iklan bantuan yang mencoba merekrut
wanita untuk dijual.” (Surat Kabar The Jerusalem Post, 28 Agustus 2000)
“Bulan-bulan terakhir
ini, media dipenuhi dengan berita tentang meluasnya perbudakan wanita
kulit putih di Israel. Kaum wanita dijual sebagai barang bergerak dari satu
germo ke germo lainnya. Sekitar 25.000 transaksi seksual terjadi setiap hari
di Israel. Bersamaan dengan dakwaan terhadap Yitzhak Mordechai atas
tuntutan pemerkosaan yang dilanjutkan dengan grasi ampunan yuridisnya,
berita-berita itu membangkitkan perbincangan mengenai nilai wanita di masyarakat Israel.
Meskipun pembentukan Negara Israel mungkin termasuk yang tertinggal
dibandingkan negara Eropa lain, namun saat ini praktek seks warga Israel, dengan
pengecualian kaum religius, sebenarnya tidak berbeda dengan warga negara
Barat lainnya. Ketiadaan ijin membuat aksi Mordechai dan orang-orang yang
menjual dan membeli wanita di pelelangan, secara moral dan secara legal, jauh
lebih patut dicela daripada kejadian seks harian biasa. Tetapi perilaku masyarakat
menunjukkan tanggapan yang biasa-biasa saja terhadap peristiwa tersebut.” (Surat Kabar The Jerusalem Post, 10 Mei 2001)
Laporan lain dari
warga negara Israel yang menduduki jabataan tinggi di negara itu bahkan
lebih menunjukkan sifat penindasan yang meluas di Tanah Suci. “…komentar di depan
publik yang mengejutkan warga Israel, seorang mantan Kepala Layanan
Keamanan domestik Israel menyalahkan kebijakan-kebijakan pemerintah memicu
perlawanan dari warga Palestina. Ami Ayalon, pensiunan
Kepala Layanan Keamanan Shin Bet, mengatakan Israel bersalah atas
kebijakan ‘apartheid’ (rasis) yang bertentangan dengan
ajaran agama Yahudi. Dia
menegaskan bahwa memang sesuai dengan logika jika warga Palestina memilih
kekerasan, dan menyuarakan ‘penghinaan’ yang sangat besar kepada Israel, karena
Israel mempersulit kaum pekerja dan warga Palestina lain yang berusaha
memasuki Israel. Komentar yang biasanya terdengar dari warga Palestina dan
warga luar tetapi jarang dari seorang warga Israel yang telah menduduki jabatan
tingkat senior di Bidang Keamanan.” (Surat Kabar The Jerusalem Post, Selasa, 4 Desember 2000)
Bahkan Presiden
Israel sendiri mengkonfirmasi penindasan terhadap warga Palestina malang yang
melawan negara Yahudi dengan intifada: “Jika mereka memiliki
akal yang logis, warga Palestina akan membuka mata
mereka dan menyadari
bahwa jalan jahat telah menguasai mereka: ratusan orang meninggal dan ribuan
luka-luka bahkan setelah kami melakukan pengekangan, pemiskinan, dan
perampasan hak, pengangguran dalam jumlah besar, kerusakan ekonomi yang tidak
mungkin dapat dipulihkan, keruntuhan jaringan administrasi dan sebagai tambahan,
mereka tidak maju secara politik.” (Presiden Israel
Katsav dalam Surat Kabar The
Jerusalem Post, 16
Februari 2001)
Sang Presiden
memandang rendah warga Arab dengan cara yang sama seperti penganut modernitas
yang tidak bertuhan: “Mereka adalah
tetangga kami di sini, tetapi tampaknya dengan jarak beberapa ratus mil jauhnya,
ada masyarakat yang tidak termasuk dalam benua kita, dunia kita, tetapi mereka
termasuk dalam galaksi yang lain.” (Presiden Moshe
Katsav dalam Surat Kabar The
Jerusalem Post, 11 Mei
2001)
Jacobson, seorang
profesor di Unversitas Tel Aviv, telah mengatakan tentang hukum di Israel
sebagai berikut: “Selama 52 tahun kaum
minoritas Arab telah dipermalukan dengan diskriminasi. Pengambil-alihan
tanah yang terus terjadi adalah satu ekspresi paling keras dari diskriminasi ini.
Penolakan lamaran kerja di layanan sipil, perusahaan-perusahaan besar negara, dan
perusahaan-perusahaan swasta; kurangnya sumber-sumber untuk pendidikan dan
layanan kesehatan untuk warga ras Arab; pembagian dana negara yang tidak
proporsional untuk wilayah warga ras Arab adalah ekspresi tambahan bahwa warga
Israel ras Arab berstatus kelas dua. Fakta-fakta ini berulang-ulang telah
diketahui pemerintah-pemerintah penerusnya, termasuk partai sayap kanan,
tetapi dalam lima dekade ini, sangat sedikit usaha yang telah dilakukan untuk
menyelesaikan masalah tersebut.” (Surat Kabar The Jerusalem Post, 3 April 2001)
Hal-hal di atas
mengkonfirmasi bahwa kita sekarang menyaksikan perwujudan peringatan Qur’ani
bahwa Neraka Jahanam akan ditampakan di hadapan mata mereka: “Dan
akan Kami perlihatkan (Neraka) Jahanam dengan jelas pada hari itu kepada
orang-orang kafir.” “(mereka
adalah orang-orang kafir) yang mata (hati)nya dalam keadaan tertutup dari
(mengenali, menerima, dan memeluk) petunjuk-Ku, dan bahkan mereka tidak mampu
untuk mendengar.” (al-Qur’an,
al-Kahf, 18: 100-101)
Biarkan kami segera
mengenali bahwa Tatanan Dunia Baru yang telah muncul sebagai akibat
dari dominasi Peradaban Barat sekuler adalah bentuk ketidakbertuhanan;
penindasan rasial, ekonomi, dan religius; perbudakan seks yang amoral; yang
telah dianut oleh umat manusia di seluruh dunia saat ini, termasuk dunia
Muslim. Tetapi Tanah Suci adalah Tanah yang spesial. Dan al-Qur’an empatik dalam
pernyataannya bahwa hanya orang-orang yang memiliki iman (pada Tuhannya
Ibrahim) dan yang berperilaku saleh akan diijinkan mewarisi Tanah Suci
(lihat al-Qur’an, al-Anbiyah, 21:105). Israel modern dan Organisasi Pembebasan
Palestina yang sekuler-nasionalis, tidak memenuhi syaratsyarat ini. Konsep al-Qur’an
tentang takdir Jerusalem adalah bahwa Organisasi Pembebasan Palestina
Sekuler Yassir Arafat dan Negara Israel sekuler tidak akan mampu bertahan.
Burung serta bulunya akan musnah bersama!
Argumen-argumen di
atas dengan jelas menunjukkan penolakan klaim legitimasi politik
Israel terkait pewarisan Tanah Suci. Seharusnya, hal ini bukan sesuatu yang terlalu
sulit bagi orang Yahudi atau Kristen yang beriman untuk mengakui dan
menerimanya.