Tanah Suci dan Ekonomi Riba Israel
“Karena kezaliman (kejahatan dan ketidakadilan) umat Yahudi, Kami haramkan bagi mereka (makanan) yang tertentu, kebaikan, dan manfaat yang dulu pernah dihalalkan bagi mereka. (Kami juga berbuat demikian karena) Mereka menghalangi banyak orang dari jalan Allah.”
“Dan (karena)
mereka mengambil Riba meskipun mereka dilarang melakukannya, dan (dengan
berbuat demikian) mereka dengan tidak sah mengambil kekayaan dari orang lain.
(Karena perbuatan-perbuatan jahat ini) Kami telah sediakan azab (hukuman) yang
pedih untuk orang-orang yang kafir (menolak iman) di antara mereka.” (al-Qur’an,
an-Nisa, 4: 160-161)
Pendahuluan
Israel adalah
negara sekuler modern yang terletak di Tanah Suci. Seperti semua negara sekuler
lain di dunia saat ini, sistem ekonominya berbasis Riba. Riba biasa
diterjemahkan sebagai memberikan pinjaman uang dengan bunga, berapa pun besar
bunganya. Tetapi definisi Riba dalam Islam juga termasuk transaksi yang
berdasarkan penipuan dan yang memberi pihak penipu keuntungan atau pendapatan
yang bukan haknya. Jika pertimbangan dibuat menurut Agama Ibrahim (‘alayhi salam), maka kami bertanya: Apakah agama Ibrahim melegitimasi Israel di Tanah
Suci yang ekonominya berbasis Riba? Apakah itu sesuai dengan atau melanggar syarat
untuk mewarisi Tanah Suci?
Ekonomi Dunia Saat Ini Karakteristik
dasar ekonomi di seluruh dunia saat ini adalah bahwa kekayaan tidak lagi
beredar melalui ekonomi. Sekarang ini, kekayaan hanya beredar di antara
orang-orang kaya saja. Akibatnya, di seluruh dunia saat ini, orangorang kaya
tetap menjadi kaya sedangkan orang-orang miskin terpenjara dalam kemiskinan
yang permanen. Kedua, orang-orang kaya terus tumbuh semakin kaya, mereka
bagaikan lintah yang menghisap darah masyarakat luas, sedangkan orang-orang
miskin terpuruk dalam kemiskinan yang membawa mereka pada perbuatan anarki,
kakacauan, penderitaan, serta kerusakan iman dan nilai. Bayangkan seluruh umat
manusia berlayar dalam sebuah kapal. Kaum minoritas yang tetap kaya dan yang
terus bertambah kaya, berada di ‘kelas pertama’ dalam kemewahan dan keamanan
istimewa. Mereka tetap memiliki tiket ‘kelas pertama’.
Kaum kaya
menguasai kapal tersebut. Mereka menggunakan kekayaannya untuk mengontrol
politik. Demokrasi yang berlaku di kapal itu adalah kekuasaan dari kaum kaya dan untuk
kaum kaya. Tetapi kaum kaya tidak secara langsung memerintah
sendiri. Mereka melakukannya melalui wakil dan tipu daya dalam bentuk dukungan
kampanye yang mereka berikan kepada politisi terkenal dan partai-partai
politik, kemudian mereka melakukan kontrol dengan diam-diam.
Itulah gambaran
yang benar tentang ekonomi-politik dunia saat ini. Dan adalah kaum Euro-Yahudi
di Inggris dan Amerika Serikat yang telah menyempurnakan metode untuk
mendapatkan kekuatan dan kekuasaan atas masyarakat luas tersebut. Henry Ford
dapat mengenali perkembangan jahat dalam sejarah manusia ini.
Mayoritas
manusia lainnya terpenjara dalam kemiskinan permanen dan berada di dek bawah
dalam kemelaratan, kemiskinan, kefakiran, kesengsaraan, dan penderitaan yang semakin
parah. Mereka dihukum bekerja seperti budak dengan upah minim sehingga pihak
lain dapat hidup dari keringat mereka. Mereka juga hidup dalam situasi tidak
aman yang semakin parah dengan semakin meningkatnya perampokan, kekacauan,
penembakan, pembunuhan, dan pemerkosaan di lingkungan yang dipenuhi dengan
narkoba dan pengedar narkoba. Mereka yang berada di ‘kelas pertama’ memiliki
akses pada air minum bersih dan pada layanan kesehatan terbaik yang dapat
dibeli dengan uang. Mereka yang berada di dek bawah, terpaksa meminum air
tercemar yang penuh dengan kuman. Mereka memakan makanan dan minuman susu yang
dicampur dengan aneka bahan kimia dan hormon. Lebih dari itu, mereka juga harus
memakan makanan yang telah direkayasa secara genetis. Mereka jatuh sakit namun
tidak mampu membayar biaya pengobatan. Mereka hidup dalam kehidupan sengsara
dan mati dalam kematian yang sengsara. Kenyataannya, ekonomi dunia yang berlaku
saat ini adalah bentuk baru yang licik dari ekonomi perbudakan. Tetapi itu
berjalan dengan tipu daya yang halus.
Yang terutama,
meskipun mereka yang mengontrol ekonomi di seluruh dunia mendakwahkan aturan
‘pasar bebas dan adil’, tetapi mereka sendiri melanggar ‘pasar bebas’ dengan
membebani kewajiban pada masyarakat luas untuk menerima penggunaan uang kertas
buatan sebagai alat tukar yang sah (dan melarang penggunaan koin emas, perak,
dan logam lain sebagai alat tukar yang sah
di negara anggota IMF [penerj.]). Dan uang kertas terus menerus dikurangi nilainya!
Seiring dengan kemiskinan yang semakin parah, mereka menetapkan kontrol harga
sembako dan kebijakan upah minimum untuk buruh. Mereka melakukannya untuk
menghindari kemungkinan masyarakat luas yang menderita kelaparan akan bangkit
memberontak melawan pemerintah dan kaum elit pemangsa. Mereka juga melakukannya
untuk menghindari kemungkinan bahwa masyarakat luas dapat mengenali perbudakan
baru mereka.
Tipu daya lebih
luas daripada yang disebutkan di atas. Banyak orang-orang miskin melihat
orang-orang yang berada di kelas pertama. Mereka diyakinkan bahwa orang-orang
seperti itu dan cara hidupnya adalah surga. Dan mereka memimpikan pergi ke
surga itu. Mereka tidak dapat memahami sistem penindasan dan bagaimana sistem
itu bekerja. Kaum miskin lainnya menanggapi penindasan ekonomi yang menimpa
mereka dengan amarah buta dan mengambil jalan untuk melakukan kekacauan secara
langsung kepada orang-orang yang memiliki kekayaan dan yang berkuasa.
Orang-orang miskin percaya bahwa mereka hidup di neraka dan mereka meniru cara
hidup orang-orang yang berada di kelas pertama dalam keyakinan bahwa itulah
rasanya surga. Suatu kapal yang pantas ditenggelamkan semuanya!
Presiden Kuba,
Fidel Castro, seperti yang dipaparkan Ivan Illich dalam bukunya yang berjudul “Energy and Equity” (“Energi dan Kesetaraan”) menjelaskan ekonomi dunia dengan bahasa yang
serupa:
“Sebelumnya
manusia tidak pernah memiliki potensi ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sangat maju, suatu kemampuan luar biasa untuk menghasilkan kekayaan dan
kesejahteraan, tetapi sebelumnya juga tidak pernah ada perbedaan dan
kesenjangan yang begitu besar di dunia.” Dia merespon penindasan ekonomi ini
dengan menyatakan bahwa: “Nuremberg lain diperlukan untuk menghakimi aturan
ekonomi yang tidak adil.”
(Naskah Pidato
Presiden, Summit
Conference, Grup 77, Havana, September 2000) Nabi Muhammad (shollallahu ‘alayhi wassalam) memberikan suatu aturan ekonomi yang bebas dari ketidakadilan dan
penindasan kepada dunia. Tidak ada yang bekerja untuk upah minim seperti budak.
Kekayaan tidak beredar hanya di antara kaum kaya, tetapi melalui kegiatan
ekonomi. Kaum kaya tidak selamanya tetap kaya dan kaum miskin tidak selamanya
tetap miskin. Pasar adalah pasar yang bebas dan adil. Tidak ada orang yang
dapat ‘memanen hasil’ tanpa ‘menanam’ terlebih dahulu. Uang memiliki nilai
intrinsik dan tidak bisa dimanipulasi oleh bank dan oleh kaum elit pemangsa
yang mengurangi nilainya. Akibatnya, ekonomi dan pasar tersebut tidak pernah
mengalami ‘inflasi’. Tidak ada harga yang ditentukan, termasuk upah pekerja.
Kesejahteraan dicapai dalam bentuk kewajiban zakat bagi kaum kaya untuk mereka
yang tidak dapat mencukupi kebutuhan dasar hidup. Tetapi sistem nilai sosial
memastikan usaha dapat dilakukan oleh orang-orang yang mampu berusaha, untuk
melepaskan diri mereka dari ketergantungan pada dana zakat tersebut.
Nabi (shollallahu ‘alayhi wassalam) berhasil sedangkan setiap pemerintah negara di dunia saat ini gagal. Dia
berhasil karena menerapkan aturan larangan Tuhan pada Riba, dan dia menjaga
integritas nilai uang dengan menggunakan uang nyata. Selain itu, dia menerapkan
aturan hukum pidana yang tegas yang memberikan pencegahan bagi orang-orang yang
terbukti bersalah atas kasus pencurian. Tetapi dunia menolaknya, dan umat
Muslim meninggalkan ekonomi sunahnya. Dan dengan begitu, pada saat ini dunia dihukum
hidup dalam jeratan Fasad dan Zalim, yakni kerusakan dan kehancuran pasar yang bebas dan adil.
Di seluruh
dunia saat ini, penindasan ekonomi semakin parah – kaum kaya tumbuh semakin
kaya dan kaum miskin jatuh semakin miskin. Contohnya di Amerika Serikat, warga
kulit hitam hidup sengsara dan tetap miskin. Sedangkan warga kulit putih tetap
kaya. Ekonomi Amerika Serikat membuat kagum bagian dunia lainnya, dan warga
kulit putih Amerika Serikat belum pernah memiliki yang lebih baik. Tetapi di
negara itu, kekayaan hanya beredar di antara kaum kaya. Sedangkan jumlah kaum
miskin yang hidupnya bergantung pada Dinas Kesejahteraan Sosial terus
meningkat. Peradaban Barat kulit putih menginginkan kita mempercayai bahwa
ekonomi mereka adalah model ekonomi yang paling maju dan modern yang pernah
dicapai umat manusia! Dan umat Muslim peniru bermata satu yang telah dicuci
otaknya sibuk berusaha menyamai Barat.
Kenyataannya,
impian Amerika predator dan Barat kulit putih disokong oleh darah masyarakat luas di seluruh dunia, dan oleh
kekayaan yang terus menerusdiserap dari umat manusia yang tidak curiga dan
tidak peduli. Tujuan kami adalah untuk menjelaskan bagaimana hal itu dilakukan!
Peradaban kulit putih Barat bersama dengan massa pekerja di seluruh dunia, dan
sesungguhnya, umat Yahudi non-Eropa, hanya bisa mendapatkan manfaat jika mereka
memberikan perhatian pada penjelasan yang disajikan di sini dan menerima
al-Qur’an sebagai Firman Allah dan Muhammad (shollallahu ‘alayhi wassalam) sebagai Utusan Allah sebelum terlambat!
Tesis kami
adalah bahwa kelompok yang mengatur perubahan politik peradaban Eropa dan,
dengan penerapan yang sama di bagian dunia lain yang pada intinya tidak
bertuhan, adalah kelompok yang juga menggoda umat Yahudi non-Eropa untuk
mendukung restorasi Negara Yahudi Israel. Mereka adalah kelompok yang semakin
menguasai kekayaan dunia melalui kelicikan mereka dalam mengendalikan dan
memanipulasi sistem keuangan internasional, sistem perbankan, dan asuransi yang
berbasis Riba di seluruh dunia. Bahkan mereka melampaui cara tradisional umat
Yahudi non-Eropa dalam permainan Riba mereka! Pandangan kami adalah bahwa
penjahat licik yang bekerja mewujudkan semua ini adalah bangsa Eropa aneh yang
pertama-tama menjadi pemeluk Yahudi dan kemudian membajak agama Yahudi.
Al-Qur’an yang
mulia tidak hanya menjelaskan keadaan dunia saat ini, tetapi juga menjelaskan
penindasan ekonominya. Al-Qur’an, yang adalah Kitab ‘Kebijaksanaan’ (termasuk
Kebijaksanaan ekonomi), telah membuat aturan yang memastikan kekayaan tidak hanya
berputar di antara kaum kaya:
“Apa yang telah Allah berikan kepada Rasul-Nya (dan
yang diambil) dari penduduk beberapa Kota, adalah milik Allah, Rasul-Nya,
kerabat (Rasul), anakanak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang
sedang dalam perjalanan jauh, agar (harta) tidak (hanya) beredar di antara kaum
kaya di antara kalian. Apa yang diberikan Rasulullah kepada kalian maka
terimalah, dan cukupkanlah diri kalian terhadap apa yang tidak dia berikan
kepada kalian. Dan bertakwalah pada Allah, karena Allah Sangat Keras
Hukuman-Nya.” (al-Qur’an, al-Hasyr, 59: 7)
Umat Muslim
telah meninggalkan aturan al-Qur’an, dan akibatnya sekarang mereka mendapat
balasan yang mengerikan karena kebodohan mereka! Perbudakan ekonomi baru yang
licik dan menipu menimpa mereka, juga menimpa umat manusia non-Eropa lainnya.
Ironi yang memalukan dari hal ini sangat jelas saat kita mengingat bahwa salah
satu fungsi dasar Islam di dunia adalah untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam,
untuk membebaskan kaum yang tertindas. Apa penyebab penindasan ekonomi global
ini? Itulah Riba! Kaum elit predator global di bank-bank yang dikuasai umat
Yahudi di Barat, dan di seluruh dunia, terus-menerus menghisap kekayaan dan
darah umat manusia sehingga memiskinkan massa pekerja melalui Riba. Kaum
penindas mengatur sistem politik, legislatif, hukum dan peraturan, media, dll.
dengan tipu daya yang sempurna, dan mereka memastikan bahwa semua itu memenuhi
fungsi dasar untuk menjaga sistem penindasan ekonomi. Industri film, televisi,
internet, musik, desain busana, dll. digunakan untuk membawa massa ke dalam
dunia fantasi sehingga mereka tetap dalam keadaan ketidakpedulian yang bahagia
sementara Riba digunakan untuk menguasai dan memperbudak mereka.
Tujuan utama
dalang mereka, Dajjal al-Masih Palsu, adalah untuk memperbudak semua umat
manusia dalam kemiskinan dan kemelaratan, dan dengan kekayaan yang didapat
secara licik, untuk menjadikan iman pada Allah Maha Tinggi dan cara hidup
religius dihadapkan pada ujian dan cobaan terbesar. Bukti terkini telah mengkonfirmasi
bahwa mayoritas Muslim, kaum kaya predator bersama dengan kaum miskin yang
sengsara, gagal dalam ujian keimanan tersebut. Tujuan Dajjal yang kedua adalah
untuk menipu umat Yahudi dan membimbing mereka menuju kehancuran terburuk.
Penilaian yang objektif terhadap dunia modern, dan secara khusus, Tanah Suci, pasti sampai pada kesimpulan bahwa tujuan tersebut hampir tercapai dengan sempurna. Dajjal bekerja dengan baik dalam melaksanakan misinya yakni memberikan kekuasaan mutlak atas seluruh dunia kepada umat Yahudi. Saat Israel menjadi ‘Negara Penguasa’ dan menyelesaikan periode hidup sehari seperti sepekan, Dajjal akan muncul dan memimpin dunia dari Jerusalem – dan dengan begitu, dia akan menyelesaikan misinya menyamar sebagai al-Masih. Seharusnya itu menjadi perhatian serius, jika bukan tanda bahaya, bahwa dunia yang masih terdiri dari banyak peradaban, beberapa bahkan berumur ribuan tahun, harus menganut tidak hanya sistem politik sekuler yang sama berlandaskan Syirik, tetapi juga menganut ekonomi sekuler yang sama berlandaskan Riba. Senjata ekonomi Riba melengkapi senjata politik Syirik negara sekuler modern dan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa dijadikan sebagai alat Dajjal yang dengan berhasil melaksanakan misinya dalam mencapai kekuasaan politik dan ekonomi atas seluruh dunia.
Penilaian yang objektif terhadap dunia modern, dan secara khusus, Tanah Suci, pasti sampai pada kesimpulan bahwa tujuan tersebut hampir tercapai dengan sempurna. Dajjal bekerja dengan baik dalam melaksanakan misinya yakni memberikan kekuasaan mutlak atas seluruh dunia kepada umat Yahudi. Saat Israel menjadi ‘Negara Penguasa’ dan menyelesaikan periode hidup sehari seperti sepekan, Dajjal akan muncul dan memimpin dunia dari Jerusalem – dan dengan begitu, dia akan menyelesaikan misinya menyamar sebagai al-Masih. Seharusnya itu menjadi perhatian serius, jika bukan tanda bahaya, bahwa dunia yang masih terdiri dari banyak peradaban, beberapa bahkan berumur ribuan tahun, harus menganut tidak hanya sistem politik sekuler yang sama berlandaskan Syirik, tetapi juga menganut ekonomi sekuler yang sama berlandaskan Riba. Senjata ekonomi Riba melengkapi senjata politik Syirik negara sekuler modern dan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa dijadikan sebagai alat Dajjal yang dengan berhasil melaksanakan misinya dalam mencapai kekuasaan politik dan ekonomi atas seluruh dunia.
Cara kami
adalah pertama menjelaskan pentingnya larangan Riba kemudian menjelaskan
ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad (shollallahu ‘alayhiwassalam) yang berkenaan dengan Riba. Lalu, kami berusaha menjelaskan bagaimana Riba
bekerja dalam ekonomi modern. Pada akhirnya, kami akan memeriksa validitas
Negara Israel di Tanah Suci, Israel yang memiliki sistem ekonomi berlandaskan
Riba. Apa Itu
Riba? Saat ini, Riba pada umumnya dipahami sebagai
memberikan pinjaman uang dengan bunga tinggi yang ilegal. Kesalahan terminologi
ini sengaja dibuat di Eropa untuk membolehkan ‘pemberi pinjaman uang’ (sekarang
disebut bankir) menghindari larangan gereja Kristen dan penolakannya terhadap
segala bentuk Riba. RW Tawney menulis sebuah buku klasik pada 1935 berjudul “Religion and The Rise of
Capitalism” (Agama dan Kebangkitan Kapitalisme) di mana dia
menggambarkan panjangnya perjuangan umat Euro-Kristen melawan Riba.
William
Shakespeare juga melakukan hal yang sama dalam drama klasiknya yang berjudul ”The Merchant of Venice” (Saudagar Venice). Riba dalam Islam (sama seperti dalam agama Kristen zaman
pertengahan) adalah memberikan pinjaman uang dengan bunga, berapa pun besar
bunganya. Jika seorang ‘pemberi pinjaman’ uang meminjamkan uangnya dengan bunga
maka uang bertambah dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu, bebas dari
kerja atau usaha atau resiko apapun bagi investor. Pertambahan uang tersebut terjadi
secara licik dengan eksploitasi pekerja, bahan baku, dan harta benda.
Hal ini menjadi
jelas jika perhatian diarahkan pada ayat yang dengan jelas telah dinyatakan
Allah dalam al-Qur’an:
“dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah
diusahakannya.” (al-Qur’an, an-Najm, 53:39) Dengan
demikian, al-Qur’an menolak klaim bahwa uang dapat bertambah karena berjalannya
waktu! Salah satu bentuk eksploitasi yaitu pengurangan nilai upah, bahan baku,
dan harta kekayaan sepanjang waktu, suatu yang Allah larang dalam sejumlah ayat
al-Qur’an. Nabi Syu’aib (‘alayhi salam) menyeru kaumnya agar meninggalkan kejahatan ekonomi
mereka:
“… janganlah merugikan orang dengan mengurangi nilai
milik mereka (seperti upah kerja, harta benda, uang, dll.)” (al-Qur’an,
al-‘Araf, 7: 85; Hud, 11: 85; asy-Syuara, 11: 183, dll.)
Mungkin
pemimpin organisasi pekerja sekuler, yang menolak al-Qur’an sebagai Kitab
Petunjuk, sekarang mulai memahami alasan mengapa para pekerja setiap hari
berubah menjadi budak yang berkeringat demi kepentingan kaum kaya dan bank-bank
yang mereka miliki. Umat Muslim pun harus memahami bahwa Riba bekerja saat
kekayaan dihisap dari massa akibat keterlibatan perijinan yang menipu atas
penggunaan uang kertas artifisial. Uang kertas menggantikan uang yang menjadi Sunah setiap Nabi Allah Maha Tinggi yaitu koin emas, perak, dan logam berharga
lainnya.
Uang artifisial dari kertas, plastik, dan uang elektronik tidak memiliki nilai intrinsik. Tetapi nilai uang diberikan padanya dan kemudian uang itu terus menerus dikurangi nilainya seiring dengan berjalannya waktu, sebagaimana sistem ekonomi yang telah dirancang untuk membuat hal itu terjadi. Bank-bank adalah aktor utama yang bekerja mengurangi nilai uang, dan bank-bank membuat keuntungan terbesar saat hal itu terjadi. Seiring dengan nilai uang yang berkurang, nilai segala benda juga berkurang. Harga-harga naik dan upah pekerja pun berkurang nilainya. Buruh pekerja terpenjara dalam upah budak.
Uang artifisial dari kertas, plastik, dan uang elektronik tidak memiliki nilai intrinsik. Tetapi nilai uang diberikan padanya dan kemudian uang itu terus menerus dikurangi nilainya seiring dengan berjalannya waktu, sebagaimana sistem ekonomi yang telah dirancang untuk membuat hal itu terjadi. Bank-bank adalah aktor utama yang bekerja mengurangi nilai uang, dan bank-bank membuat keuntungan terbesar saat hal itu terjadi. Seiring dengan nilai uang yang berkurang, nilai segala benda juga berkurang. Harga-harga naik dan upah pekerja pun berkurang nilainya. Buruh pekerja terpenjara dalam upah budak.