Tanda kiamat besar dimulai dengan masuknya masa akhir zaman dimana di mulai atau di tandai dengan diutuskannya nabi muhammad saw sebagai nabi terakhir. Tanda tanda akhir dari masa akhir zaman menurut islam sudah nampak jelas bagi siapa saja yang mau mengamati dan mengkaji dari alquran dan hadist.
Hal yang paling penting dalam peristiwa akhir zaman dan sekaligus menjadi barometer semakin dekatnya hari kiamat ialah peristiwa turunnya Isa Almasih ke dunia ini sebagai mana telah di ramalkan oleh nabi muhammad saw terkait huru hara akhir zaman.
“Sungguh telah datang dari Tuhan-mu Bukti-bukti yang terang; maka barang siapa yang dapat melihat (dan mengenali Kebenaran itu), maka (manfaatnya) untuk jiwanya sendiri, dan barang siapa yang buta (tidak melihat Kebenaran itu), maka kemudaratannya kembali kepadanya. Dan aku sekali-kali bukanlah pemelihara(mu).” (al-Qur’an, al-An’am 6:104)
Al-Qur’an Menjelaskan Segala Sesuatu --
Termasuk Takdir Jerusalem
Al-Qur’an telah menyatakan bahwa fungsi utamanya
adalah untuk menjelaskan
segala sesuatu: “….dan Kami telah menurunkan kepadamu (ya
Muhammad) Kitab (al-Qur’an)
yang menjelaskan segala sesuatu…” (al-Qur’an, an-Nahl 16:89)
Karena al-Qur’an telah menyatakan hal di atas,
maka implikasinya adalah al-Qur’an harus dapat menjelaskan hal yang paling
mengherankan, paling misterius, dan paling aneh dari semua peristiwa yang pernah
terjadi dalam sejarah manusia, yang bermula sejak dahulu namun masih berlanjut
hingga kini, yaitu sebagai berikut:
● Keberhasilan
Bangsa Eropa (Inggris), yang pada intinya tidak bertuhan (sekuler), ‘membebaskan’ Tanah Suci (Baitul Maqdis) pada
1917-1918, hal ini tercapai setelah Euro-Kristen memulai Perang Salib seribu tahun
lebih awal.
[Mengapa Bangsa Eropa sekuler dan pada intinya tidak bertuhan memilih untuk tetap mengejar obsesi seribu tahun Kristen Eropa yakni Membebaskan Tanah Suci? Dan mengapa Kristen Eropa yang baru memeluk agama Kristen lebih dari seribu tahun yang lalu, menjadi satusatunya umat Kristen yang terobsesi dengan keinginan membebaskan Tanah Suci?]
[Mengapa Bangsa Eropa sekuler dan pada intinya tidak bertuhan memilih untuk tetap mengejar obsesi seribu tahun Kristen Eropa yakni Membebaskan Tanah Suci? Dan mengapa Kristen Eropa yang baru memeluk agama Kristen lebih dari seribu tahun yang lalu, menjadi satusatunya umat Kristen yang terobsesi dengan keinginan membebaskan Tanah Suci?]
● Umat
Euro-Yahudi berhasil merestorasi Negara Israel, setelah negara itu dihancurkan oleh Allah Maha Tinggi lebih dari dua ribu tahun lalu.
Keberhasilan ini dapat terjadi karena bantuan aktif dari Negara sekuler Eropa
yang sama.
[Mengapa Eropa sekuler menjadi begitu terobsesi membantu Euro-Yahudi merestorasi negara religius yang didirikan lebih dari dua ribu tahun lalu oleh Nabi Daud dan Sulaiman? Dan mengapa Euro-Yahudi menjadi satusatunya umat Yahudi yang terobsesi dengan restorasi Negara Israel?]
[Mengapa Eropa sekuler menjadi begitu terobsesi membantu Euro-Yahudi merestorasi negara religius yang didirikan lebih dari dua ribu tahun lalu oleh Nabi Daud dan Sulaiman? Dan mengapa Euro-Yahudi menjadi satusatunya umat Yahudi yang terobsesi dengan restorasi Negara Israel?]
● Kembalinya
umat Yahudi Bani Israel (yakni Yahudi non-Eropa) ke Tanah Suci setelah mereka diusir dari sana oleh Allah Maha Tinggi dan mereka
telah hidup selama dua ribu tahun secara tersebar dalam Diaspora; umat Euro-Yahudi membawa umat Yahudi Bani Israel kembali ke Tanah Suci tetapi umat
Euro-Yahudi sendiri tidak ‘kembali’ ke Tanah Suci karena mereka tidak
pernah tinggal di sana sebelumnya – mereka hanya langsung tinggal di Tanah Suci.
[Mengapa orang-orang Eropa beralih pada agama Yahudi kemudian menjadi terobsesi dengan misi membebaskan Tanah Suci dan membawa umat Yahudi Bani Israel kembali ke sana dengan segala cara?]
[Mengapa orang-orang Eropa beralih pada agama Yahudi kemudian menjadi terobsesi dengan misi membebaskan Tanah Suci dan membawa umat Yahudi Bani Israel kembali ke sana dengan segala cara?]
Semua hal tersebut, yang tampak begitu aneh dan
mengherankan bagi dunia, malah tampak bagi mayoritas pemeluk
Yahudi sebagai bukti Kebenaran agamanya. Karena hal-hal tersebut tampak sebagai
pemenuhan Janji Tuhan yang dibuat untuk umat Yahudi bahwa Allah Maha
Tinggi akan mengutus kepada mereka seorang Nabi yang akan dikenal
sebagai Al-Masih dan yang akan melakukan semua hal di atas dan bahkan bisa
lebih.
Buku ini berargumen bahwa al-Qur’an bukan hanya
menjelaskan peristiwaperistiwa aneh tersebut, namun juga mengungkapkan takdir
akhir Jerusalem. Al-Qur’an mengungkapkan sebuah takdir yang
membuktikan kesalahan klaim Yahudi dan menegaskan bahwa Kebenaran datang
bersama Nabi Muhammad (sholawat Allah dan salam sejahtera
baginya). Takdir itu akan
menjadikan umat Yahudi tersebut diazab (dihukum) oleh Allah Maha Tinggi
dengan hukuman paling keras yang pernah ditimpakan kepada umat manusia. Inti dari pandangan Al-Qur’an mengenai takdir
Jerusalem dan Tanah Suci adalah bahwa saat Zaman Akhir tiba, umat Yahudi
pasti dikumpulkan dari Diaspora yakni peristiwa saat mereka terbagi-bagi menjadi
berbagai golongan, hidup tersebar, dan menjadi terasing, kemudian
dibawa kembali ke Tanah Suci dalam keadaan ‘bercampur baur’ (al-Qur’an, Bani Israel, 17:104). Janji Tuhan tersebut telah ditepati. Umat Yahudi telah
kembali ke Tanah Suci dan memilikinya lagi! Keberhasilan itu membuat
mereka mempercayai legitimasi religius Negara Israel yang mereka ciptakan.
Islam menjelaskan bahwa Negara Israel tersebut tidak memiliki legitimasi
religius.
Bahkan, umat Yahudi tersebut telah ditipu dalam aksi penipuan terbesar dalam
sejarah, dan keadaan tersebut menjadikan mereka akan menerima azab Tuhan
terpedih yang ditimpakan kepada umat manusia. Namun, sebelum hukuman akhir dari
Tuhan ditimpakan kepada Bani Israel, akan ada drama besar yang terjadi
di Tanah Suci dan di dunia. Buku ini menjelaskan beberapa drama yang nyata
tersebut.
Sesungguhnya, tujuan dasar buku ini adalah untuk
menjelaskan bahwa Islam memiliki pandangan yang berbeda mengenai proses
historis berkaitan dengan Tanah Suci, yaitu bahwa sisa waktu bagi Israel
akan segera habis. Laut Galilee akan segera mengering! ‘Isa (Jesus) (salam sejahtera
baginya) akan kembali! Dan kembalinya ‘Isa (salam sejahtera baginya) akan menandakan Kehancuran Negara Israel! Umat Yahudi memiliki Kebenaran yang sama yang
dimiliki umat Islam, namun mereka menyelewengkannya. Mereka memiliki
waktu yang cukup lama di Madinah (setelah Rasul Hijrah) untuk
menerima Kebenaran yang tidak diselewengkan yang datang dalam al-Qur’an,
dan untuk menerima Nabi Muhammad (sholawat Allah dan salam sejahtera baginya), Nabi terakhir dari Tuhannya Ibrahim, tetapi mereka dengan keras kepala
menolaknya. Batas waktu bagi mereka kemudian habis ketika Allah Maha Tinggi
mengubah arah Kiblat (lihat Al-Qur’an, al-Baqarah, 2:141-145). Maka sudah
menjadi sangat terlambat bagi mereka untuk menghindari takdir kolektif yang
akan menimpa mereka. Lebih penting dari peristiwa apa pun yang akan terjadi
di dunia, takdir Jerusalem dan nasib Negara Israel, akan mengesahkan klaim Islam sebagai Kebenaran yang tidak diselewengkan.
Jerusalem dalam Al-Qur’an – Implikasi Bagi Muslim
Apa implikasi bagi Muslim yang membaca buku ini
sampai selesai?
Pertama adalah bahwa Jerusalem dan Tanah Suci
seharusnya dicintai dengan sepenuh hati – seperti Mekah dan Madinah – dan
perjuangan membebaskan Tanah Suci dari Negara Yahudi Eropa Israel sekuler
seharusnya menjadi perjuangan yang paling dicintai oleh Muslim. Jika setiap
Yahudi dapat meninggalkan AS atau Eropa atau Rusia dan bergabung dengan pasukan
Pertahanan Israel dan ikut serta dalam penindasan bersenjata terhadap warga
Muslim dan Kristen Palestina di Tanah Suci, maka setiap Muslim pun seharusnya
memiliki kebebasan yang sama untuk pergi dari mana pun dia tinggal di dunia
dan bergabung dengan perlawanan bersenjata untuk membela yang tertindas di Tanah
Suci. Hal tersebut merupakan suatu bentuk keimanan yang nyata pada zaman ini,
bahwa setidaknya umat Muslim memiliki keinginan dalam hati untuk
berpartisipasi dalam perlawanan bersenjata (Jihad) di Tanah Suci. Umat
Muslim harus diperingatkan bahwa segera setelah mereka menyatakan keyakinannya bahwa
Negara Israel akan dihancurkan oleh pasukan Muslim dan mengungkapkan harapan
bahwa mereka akan menjadi anggota dari pasukan tersebut, maka mereka akan
diintimidasi dan bahkan akan dipenjara untuk membuat mereka diam dan
menjadikan mereka contoh yang akan mengintimidasi yang lain.
Kedua, keuangan dan sumber lain dari dunia
Muslim seharusnya diprioritaskan untuk membantu usaha pembebasan Tanah Suci dari
penindasan. Ketiga dan yang paling penting, umat Muslim
(pria dan wanita) harus mempelajari pesan dan pentunjuk al-Qur’an mengenai
takdir Jerusalem lalu mengajarkannya kepada yang lain.
Strategi Yahudi Zionis
Salah satu strategi Yahudi Zionis adalah usaha
mengendalikan wilayah strategis di sekitar Israel melalui kerjasama
dengan penguasa elit yang korup, kaya permanen, predator, dan tidak bertuhan yang
sekarang menguasai komunitas Muslim Arab di sekitar Israel dan membela
kepentingan Israel. Kalangan penguasa elit tersebut dipaksa untuk memelihara
hubungan persahabatan dengan Israel demi menjaga posisi kekuasaan,
kehormatan, dan kekayaan mereka. Pihak Yahudi pendukung Negara Israel tetap menekan
penguasa elit tersebut untuk mengatur agar umat Muslim menerima Israel atau
perlawanannya terhadap Israel tidak memberikan ancaman kepada umat Yahudi.
Ketika Israel meningkatkan penindasannya di Tanah Suci dan khalayak Muslim Arab menjadi sangat marah, maka penguasa elit tersebut terpaksa, agar bisa bertahan, setuju untuk ikut marah melawan Israel. Strategi (penguasa) Arab-Yahudi ini sekarang mencapai tahap pelaksanaan rumit yang merupakan strategi dari orang-orang yang pada intinya telah meninggalkan agama Ibrahim (salam sejahtera baginya). Kemudian Yahudi Zionis akan meninggalkan penguasa Arab, sesungguhnya strategi meninggalkan penguasa Arab tersebut telah dimulai. Bahkan saat kami menulis buku ini, Israel sedang menyiapkan perang melawan umat Muslim Arab untuk memperluas wilayahnya. Kemudian Israel akan menguasai seluruh wilayah sebagai Negara Penguasa di dunia (menggantikan AS).
Ketika Israel meningkatkan penindasannya di Tanah Suci dan khalayak Muslim Arab menjadi sangat marah, maka penguasa elit tersebut terpaksa, agar bisa bertahan, setuju untuk ikut marah melawan Israel. Strategi (penguasa) Arab-Yahudi ini sekarang mencapai tahap pelaksanaan rumit yang merupakan strategi dari orang-orang yang pada intinya telah meninggalkan agama Ibrahim (salam sejahtera baginya). Kemudian Yahudi Zionis akan meninggalkan penguasa Arab, sesungguhnya strategi meninggalkan penguasa Arab tersebut telah dimulai. Bahkan saat kami menulis buku ini, Israel sedang menyiapkan perang melawan umat Muslim Arab untuk memperluas wilayahnya. Kemudian Israel akan menguasai seluruh wilayah sebagai Negara Penguasa di dunia (menggantikan AS).
Dalam merespon semua strategi Yahudi Zionis yang
menentang Allah Maha Tinggi, orang-orang beriman, dan takdir,
al-Qur’an dengan jelas menyatakan:
“Dan mereka (Yahudi tertentu) membuat
tipu daya dan rencana, dan Allah pun Membuat tipu daya dan rencana, dan Allah
adalah sebaik-baiknya pembuat tipu daya dan rencana.” (al-Qur’an, Ali Imran, 3:54)
Strategi tersebut berhasil di Mesir, Yordania,
Turki, dan Saudi-Arabia, negara negara sahabat Amerika Serikat yang tidak bertuhan.
Namun, strategi tersebut tidak berhasil di Tanah Suci, juga tidak
berhasil di Suriah dan Yaman. Pembaca buku ini mungkin ingin merenungi doa Nabi
Muhammad (shollallahu ‘alayhiwassalam), berikut ini: “Dari Ibnu Umar: Nabi (shollallahu ‘alayhi wassalam) bersabda:
Ya Allah! Limpahkanlah Rahmat-Mu untuk Sham (Suriah) dan Yaman kami. Orang-orang berkata: Najd kami (Najd adalah bagian dari Saudi-Arabia yang merupakan tempat asal
penguasa-penguasa Saudi). Nabi bersabda lagi: Ya Allah! Limpahkanlah Rahmat-Mu untuk
Sham dan Yaman kami. Mereka berkata lagi: Najd kami juga. Pada saat itu
Nabi bersabda: Akan muncul gempa bumi dan penderitaan, dan dari situ (Najd) akan keluar sisi kepala
Setan.” (Sahih Bukhari)
Negara Yahudi Israel telah melalui lima puluh
tahun keberadaannya. Tetapi hal tersebut tentu bukan prestasi ‘menakjubkan’
seperti yang diyakini umat Yahudi Zionis. Gerakan Zionis yang pada intinya tidak
bertuhan menipu Bani Israel dengan kebohongan yang menggunung! Satu
kebohongan tersebut adalah slogan yang tidak benar, “suatu tanah tanpa manusia untuk manusia
tanpa tanah”.
Jika bangsa Arab bukan ‘manusia’, jika mereka
adalah ‘belalang’ seperti yang dinyatakan oleh mantan Perdana Menteri
Israel, Shamir, maka bukankah mereka mengijinkan umat Yahudi tinggal di antara
mereka selama lebih dari dua ribu tahun? Bangsa Arab menjamin keamanan
hidup dan harta umat Yahudi di Tanah Arab selama lebih dari dua ribu tahun.
Bangsa Arab melakukan semua itu dan bahkan lebih pada saat bangsa
Eropa menutup pintu dari umat Yahudi, atau dengan enggan membolehkan umat
Yahudi tinggal di Ghetto (daerah lokalisasi umat Yahudi). Bangsa Arab
melakukan hal itu karena mereka masih memiliki ‘sisa’ agama Ibrahim (‘alayhi salam) yang datang kepada mereka melalui Ismail (‘alayhi salam). ‘Sisa’ dari Kebenaran itu telah mengajari mereka untuk menunjukkan keramahan. Sampai hari ini
keramahan bangsa Arab masih bertahan.
Agama Ibrahim yang sama seharusnya telah mengajari pemeluk Yahudi tersebut untuk menunjukkan rasa terima kasih kepada ‘belalang’ yang ramah. Zionisme berargumen bahwa Kebenaran, dalam Yahudi, telah menganugerahkan Tanah Suci kepada umat Yahudi secara eksklusif, untuk selamanya, dan tanpa syarat. Zionisme berargumen bahwa restorasi Negara Yahudi Israel, yang dihancurkan Allah Maha Tinggi lebih dari dua ribu tahun lalu, mengesahkan klaim Yahudi sebagai Kebenaran. Selain itu, bukankah Taurat menyatakan, “setiap tempat yang diinjak oleh telapak kakimu, kamulah yang akan memilikinya.” (Ulangan [Deuteronomy], 11:24)? Selama lima puluh tahun sejak lahirnya Israel, dunia telah menyaksikan bencana ‘telapak kaki’ umat Yahudi pada tragedi meluasnya wilayah Israel. Perluasan itu bahkan masih belum berhenti.
Agama Ibrahim yang sama seharusnya telah mengajari pemeluk Yahudi tersebut untuk menunjukkan rasa terima kasih kepada ‘belalang’ yang ramah. Zionisme berargumen bahwa Kebenaran, dalam Yahudi, telah menganugerahkan Tanah Suci kepada umat Yahudi secara eksklusif, untuk selamanya, dan tanpa syarat. Zionisme berargumen bahwa restorasi Negara Yahudi Israel, yang dihancurkan Allah Maha Tinggi lebih dari dua ribu tahun lalu, mengesahkan klaim Yahudi sebagai Kebenaran. Selain itu, bukankah Taurat menyatakan, “setiap tempat yang diinjak oleh telapak kakimu, kamulah yang akan memilikinya.” (Ulangan [Deuteronomy], 11:24)? Selama lima puluh tahun sejak lahirnya Israel, dunia telah menyaksikan bencana ‘telapak kaki’ umat Yahudi pada tragedi meluasnya wilayah Israel. Perluasan itu bahkan masih belum berhenti.
Meskipun ‘tampaknya’ Israel dikepung sehingga
perlu melindungi diri dari serangan bangsa Arab, namun pada waktu buku ini
diterbitkan, ‘kenyataannya’ adalah Israel sedang menyiapkan perang besar
melawan bangsa Arab agar perbatasan Negara Yahudi tersebut dapat meluas
secara dramatis sesuai dengan wilayah Tanah Suci dalam al-Kitab, yakni “dari Sungai Mesir sampai Sungai Eufrat.” Perang itu, yang direncanakan dengan sangat teliti, juga akan
membuat Israel menggantikan Amerika Serikat sebagai ‘Negara Penguasa’ di dunia.
Dengan begitu, dari sudut pandang al-Kitab, umat
Yahudi berhasil merestorasi Negara Israel, kemudian berhasil memperluas
wilayah negaranya, umat Yahudi juga menguasai Kota Suci Jerusalem, tentu tampak
mengesahkan klaim Yahudi sebagai agama yang benar.
Pertanyaannya adalah: Bagaimana hal ini tercapai
tanpa al-Masih? Jawabannya adalah hal itu tercapai dengan tipu daya
al-Masih Palsu (al-Masih ad-Dajjal)! Bahkan implikasi yang tak terelakan dari tampak
berhasilnya restorasi Israel sesuai al-Kitab adalah mengesahkan klaim Yahudi
bahwa ‘Isa (Jesus) (‘alayhisalam) dan Muhammad (shollallahu ‘alayhi wassalam) adalah dua Nabi Palsu. Tetapi demi terciptanya Negara Israel, umat
Yahudi harus bergabung dengan peradaban Barat modern yang baru muncul, pada
intinya tidak bertuhan (sekuler), dan dekaden. Dunia Barat yang tak bertuhan
mengokohkan kekuasaannya sebagai aktor dominan yang tak tertandingi di atas
panggung dunia, “Turun pada manusia dari setiap ketinggian” atau “menyebar ke segala arah” (al-Qur’an, Surat al-Anbiyah, 21:96) untuk mengontrol semua lautan,
daratan, dan udara. Tidak akan ada Negara Yahudi yang dapat bertahan selama
lebih dari lima puluh tahun tanpa bantuan aktif Barat yang memiliki kekuatan penuh
namun tidak bertuhan dan dekaden itu.
Umat Yahudi yang mendukung Negara Israel
mengakui apa yang tampak bagi mereka adalah restorasi Israel sesuai
al-Kitab.
Tetapi mereka mengabaikan ketidakadilan dan penindasan yang menimpa penduduk Palestina – baik Kristen maupun Muslim – yang tampaknya memiliki dosa karena tinggal di Tanah Suci (milik Yahudi). Ketidakadilan dan penindasan itu semakin meningkat dalam lima puluh tahun. Pertanyaan kami kepada umat Yahudi tersebut adalah: Apakah klaim yang sah sebagai Kebenaran cocok dengan ketidakbertuhanan (sekuler), dekadensi, ketidakadilan, rasisme, dan penindasan? Bagaimana bisa umat yang menggabungkan diri dengan negara yang pada intinya tidak bertuhan tetapi masih saja mengklaim beriman pada Tuhan-nya Ibrahim? Yahudi Zionis berdalih tidak memaksa penduduk Palestina keluar dari rumah mereka – melainkan mereka sendiri yang pergi. Kalau begitu, mengapa umat Yahudi itu tidak menjaga rumah mereka sebagai bentuk rasa saling percaya?
Tetapi mereka mengabaikan ketidakadilan dan penindasan yang menimpa penduduk Palestina – baik Kristen maupun Muslim – yang tampaknya memiliki dosa karena tinggal di Tanah Suci (milik Yahudi). Ketidakadilan dan penindasan itu semakin meningkat dalam lima puluh tahun. Pertanyaan kami kepada umat Yahudi tersebut adalah: Apakah klaim yang sah sebagai Kebenaran cocok dengan ketidakbertuhanan (sekuler), dekadensi, ketidakadilan, rasisme, dan penindasan? Bagaimana bisa umat yang menggabungkan diri dengan negara yang pada intinya tidak bertuhan tetapi masih saja mengklaim beriman pada Tuhan-nya Ibrahim? Yahudi Zionis berdalih tidak memaksa penduduk Palestina keluar dari rumah mereka – melainkan mereka sendiri yang pergi. Kalau begitu, mengapa umat Yahudi itu tidak menjaga rumah mereka sebagai bentuk rasa saling percaya?
Dan mengapa umat Yahudi tersebut tidak mengundang mereka untuk kembali ke rumah mereka? Bahkan umat Yahudi itu selama lima puluh tahun bersikeras tetap menolak ‘hak mereka kembali’ ke rumah milik mereka sendiri. Penindasan licik Israel terus meningkat setiap hari, Israel akan segera mencapai puncak kejayaan ‘palsu’ saat menjadi Negara Penguasa di dunia. Namun, buku ini menyatakan bahwa dunia sedang menyaksikan permulaan dari tahap akhir Negara Yahudi Israel Palsu! Umat Yahudi tidak bisa menyalahkan Zionis atas keadaan buruk yang akan menimpa diri mereka sendiri. Semua yang Zionis lakukan adalah mengeksploitasi setiap kebohongan yang disisipkan dalam al-Kitab dengan menghiasi kebohongan-kebohongan tersebut dengan tambahan segunung lebih kebohongan.
Jerusalem Tidak Disebutkan Namanya Secara Langsung dalam al-Qur’an
Salah satu tujuan “Jerusalem dalam al-Qur’an”
ditulis adalah untuk menanggapi artikel Daniel Pipes yang diterbitkan
Surat Kabar Los Angeles Times berjudul “Jerusalem Means More to Jews than to Muslims” (“Jerusalem Lebih Berarti bagi Yahudi daripada Muslim”, 21 Juli
2000). Di dalamnya, dia berusaha menolak klaim Islam pada Jerusalem dengan
menyatakan bahwa Jerusalem: “tidak disebutkan sekalipun dalam al-Qur’an atau
dalam peribadahan….” Dr. Pipes dan rekan medianya mungkin akan merevisi
pendapat mereka jika mereka membaca buku ini.
Sesungguhnya seorang Muslim wajib menanggapi kritik permusuhan tersebut yang menantang Islam dan al-Qur’an, berkenaan dengan Perang Salib model baru mereka yang membela kepentingan Negara Yahudi Israel. Tanggapan harus selalu dibuat dengan kembali pada Kebenaran yang ada dalam al-Qur’an. Al-Qur’an menyatakan bahwa jika Kebenaran dihadapkan pada kepalsuan, maka Kebenaran akan selalu mengalahkan kepalsuan. Dan orang yang beriman diperintahkan menggunakan al-Qur’an saat berjuang melawan orang yang tidak beriman. Tidak peduli Dr. Pipes menerima atau tidak menerima “Jerusalem dalam al-Qur’an”, yang jelas mempelajari subjek ini adalah dasar untuk memahami masalah Israel dan Islam. Itulah dasar pentingnya buku ini.
Sesungguhnya seorang Muslim wajib menanggapi kritik permusuhan tersebut yang menantang Islam dan al-Qur’an, berkenaan dengan Perang Salib model baru mereka yang membela kepentingan Negara Yahudi Israel. Tanggapan harus selalu dibuat dengan kembali pada Kebenaran yang ada dalam al-Qur’an. Al-Qur’an menyatakan bahwa jika Kebenaran dihadapkan pada kepalsuan, maka Kebenaran akan selalu mengalahkan kepalsuan. Dan orang yang beriman diperintahkan menggunakan al-Qur’an saat berjuang melawan orang yang tidak beriman. Tidak peduli Dr. Pipes menerima atau tidak menerima “Jerusalem dalam al-Qur’an”, yang jelas mempelajari subjek ini adalah dasar untuk memahami masalah Israel dan Islam. Itulah dasar pentingnya buku ini.
Jerusalem – Kunci untuk Memahami Dunia Saat Ini
Sudah jelas sekarang bahwa subjek ini sangat
penting bagi umat Muslim yang harus merespon drama menakjubkan yang berkembang
di Jerusalem. Pada 1974, Dr. Kaleem Siddiqui, pendiri dan presiden Muslim Institute for Research and Planning (Institute Muslim untuk Penelitian dan
Perencanaan) di London, mendorong penulis segera membuat buku yang
menjelaskan Jerusalem sebagai kunci untuk memahami proses
sejarah, seperti yang ditunjukkan Jerusalem sendiri pada saat ini.
Pandangan al-Qur’an yang muncul dari buku ini dengan jelas menyatakan bahwa tidak mungkin bagi siapa pun benar-benar memahami dunia modern ini tanpa mendalami kenyataan Jerusalem! Barat modern ingin Islam menyetujui keinginan mereka, yakni menerima Negara Yahudi Israel dan menyediakan jalan bagi Muslim agar bisa hidup berdampingan bersamanya dengan damai. Buku ini menyampaikan tanggapan Islami terhadap keinginan strategis Barat tersebut, sebuah tanggapan yang berdasarkan pada al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad (shollallahu ‘alayhiwassalam). Buku ini menyatakan bahwa tidak akan pernah ada damai di antara pengikut sejati Nabi Muhammad (shollallahu ‘alayhi wassalam) dengan Negara Yahudi Israel, dan bahwa pengikut sejati Nabi Muhammad (shollallahu ‘alayhiwassalam), pada akhirnya akan menang atas Israel dan membebaskan Tanah Suci dari penindasan Israel.
Subjek paling penting yang ada dalam al-Qur’an yang harus diajarkan diinstitusi pendidikan Islam pada saat ini adalah “Jerusalem dalam al-Qur’an”. Dengan subjek ini, umat Islam dapat dengan berhasil menghadapi serangan pemikiran dari dunia tidak bertuhan yang memaksa umat Islam memodifikasi imannya agar mau menerima Israel. Profesor Dr. Isma’il Raji Faruqi, ulama Islam Palestina terhormat yang dibunuh karena dianggap sebagai duri bagi pihak Israel, memperingatkan umat Islam akan bahaya ini: “Masalah Israel menyerang dunia Muslim saat ini tidak mendahului juga tidak bersamaan dalam sejarah Islam. Dunia Muslim cenderung menganggapnya sebagai bentuk lain dari kolonialisme modern, atau yang paling baik, sebuah bentuk pengulangan Perang Salib. Padahal Israel bukanlah salah satu dari keduanya, tetapi merupakan keduanya sekaligus dan bahkan lebih, jauh lebih besar bahayanya. Sayangnya, tidak ada literatur Islami mengenai ini. Dengan demikian, kebutuhan untuk menganalisis masalah ini adalah sebesar momen yang berbahaya ini yang mengajak dunia Arab secara khusus dan dunia Muslim secara umum untuk menerima Israel sebagai anggota integral dalam dunia negara-negara Muslim di Asia-Afrika.” (‘Israel and the Problem of Israel’ [Islam dan Masalah Israel] Islamic Council of Europe, London, ISBN 0907163 02 5)
Pandangan al-Qur’an yang muncul dari buku ini dengan jelas menyatakan bahwa tidak mungkin bagi siapa pun benar-benar memahami dunia modern ini tanpa mendalami kenyataan Jerusalem! Barat modern ingin Islam menyetujui keinginan mereka, yakni menerima Negara Yahudi Israel dan menyediakan jalan bagi Muslim agar bisa hidup berdampingan bersamanya dengan damai. Buku ini menyampaikan tanggapan Islami terhadap keinginan strategis Barat tersebut, sebuah tanggapan yang berdasarkan pada al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad (shollallahu ‘alayhiwassalam). Buku ini menyatakan bahwa tidak akan pernah ada damai di antara pengikut sejati Nabi Muhammad (shollallahu ‘alayhi wassalam) dengan Negara Yahudi Israel, dan bahwa pengikut sejati Nabi Muhammad (shollallahu ‘alayhiwassalam), pada akhirnya akan menang atas Israel dan membebaskan Tanah Suci dari penindasan Israel.
Subjek paling penting yang ada dalam al-Qur’an yang harus diajarkan diinstitusi pendidikan Islam pada saat ini adalah “Jerusalem dalam al-Qur’an”. Dengan subjek ini, umat Islam dapat dengan berhasil menghadapi serangan pemikiran dari dunia tidak bertuhan yang memaksa umat Islam memodifikasi imannya agar mau menerima Israel. Profesor Dr. Isma’il Raji Faruqi, ulama Islam Palestina terhormat yang dibunuh karena dianggap sebagai duri bagi pihak Israel, memperingatkan umat Islam akan bahaya ini: “Masalah Israel menyerang dunia Muslim saat ini tidak mendahului juga tidak bersamaan dalam sejarah Islam. Dunia Muslim cenderung menganggapnya sebagai bentuk lain dari kolonialisme modern, atau yang paling baik, sebuah bentuk pengulangan Perang Salib. Padahal Israel bukanlah salah satu dari keduanya, tetapi merupakan keduanya sekaligus dan bahkan lebih, jauh lebih besar bahayanya. Sayangnya, tidak ada literatur Islami mengenai ini. Dengan demikian, kebutuhan untuk menganalisis masalah ini adalah sebesar momen yang berbahaya ini yang mengajak dunia Arab secara khusus dan dunia Muslim secara umum untuk menerima Israel sebagai anggota integral dalam dunia negara-negara Muslim di Asia-Afrika.” (‘Israel and the Problem of Israel’ [Islam dan Masalah Israel] Islamic Council of Europe, London, ISBN 0907163 02 5)
Dr. Faruqi menganggap Israel sangat berbahaya
bagi umat Muslim, lebih besar bahayanya dari Perang Salib Euro-Kristen
pada zaman pertengahan, atau kolonialisme Eropa pada zaman sekuler modern.
Dengan demikian, dia menolak ajakan untuk menerima Israel sebagai anggota
integral dalam dunia negara-negara
Muslim di Asia Afrika. Buku ini adalah karya sederhana untuk melengkapi
hasil kerja Dr. Faruqi dengan menyediakan petunjuk al-Qur’an mengenai
Jerusalem dan takdirnya, terutama untuk guru-guru Muslim.
Yahudi, Kristen, dan Jerusalem dalam al-Qur’an
Sementara subjek “Jerusalem dalam al-Qur’an”
penting bagi umat Islam, kami secara khusus tertarik untuk menjangkau umat
Yahudi dan Kristen dengan Kitab Suci al-Qur’an. Seiring dengan berjalannya
waktu, dan Hari Kiamat semakin mendekat, menjadi semakin dan semakin sulit bagi
Pendeta Kristen dan Rabi Yahudi untuk merespon al-Qur’an dan Hadits
mengenai topik dalam buku ini, juga mengenai Ya’juj dan Ma’juj, al-Masih Palsu,
dan kembalinya ‘Isa (Jesus) (‘alayhi salam). Bukti-bukti yang mengkonfirmasi Kebenaran
al-Qur’an terus bertambah.
Umat Muslim memiliki kewajiban untuk menyampaikan
topik ini kepada umat Yahudi dan Kristen, dan kami telah melakukannya
melalui buku ini. Buku ini membedakan dua umat Yahudi. Ada umat
Yahudi Bani Israel yang jika dirunut nenek moyangnya akan sampai pada
Bapak Ibrahim (‘alayhi salam). Mereka adalah bangsa Semit yang dengan jelas
memiliki kedekatan rasial dengan bangsa Arab. Di pihak yang lain, ada lagi
bangsa Eropa dengan mata biru dan rambut pirang yang suatu waktu beralih
pada agama Yahudi dan nenek moyangnya tidak mempunyai hubungan dengan Ibrahim
(‘alayhi salam). Pendapat dari penulis, dan Allah Maha Tahu, adalah bahwa
Ya’juj dan Ma’juj pasti berasal dari suatu tempat dalam wilayah
Yahudi-Eropa tersebut. Ya’juj
dan Ma’juj menjatuhkan peradaban Kristen-Eropa dan
mengubahnya menjadi peradaban tak bertuhan (sekuler) seperti saat ini. Ya’juj dan
Ma’juj mendirikan gerakan Zionis
dan Negara Israel.
Tidak ada keraguan pada kenyataaan bahwa buku ini dapat memberikan kejutan psikologis kepada para pembaca dari pihak Barat, Kristen, Yahudi dan bahkan sebagian Muslim. Namun, biarkan kami membuatnya menjadi jelas dan sederhana bahwa kami tidak menulis buku ini untuk menyerang para pembaca dari kalangan-kalangan tersebut. ‘Kenyataan internal (dalaman)’ saat ini, seperti yang dipahami melalui al-Qur’an, sangat berbeda dengan ‘penampilan eksternal (luaran)’ yang dijadikan landasan orang-orang dalam membuat pertimbangan. Akan ada perbedaan sudut pandang antara orang yang melihat dengan dua mata, yaitu mata eksternal (mata fisik luar) dan internal (mata hati di dalam), dengan orang yang hanya melihat dengan satu mata (karena mereka buta secara internal yakni buta mata hatinya). Nabi Muhammad (shollallahu ‘alayhi wassalam), memperingatkan bahwa zaman Dajjal al-Masih Palsu akan menjadi zaman ketika ‘penampilan’ dan ‘kenyataan’ menjadi sangat berbeda satu dengan yang lain. Tidak ada yang dapat melihat ‘secara internal’ dan mendalami ‘kenyataan’ pada Zaman Akhir kecuali orang-orang yang dengan penuh keimanan mengikuti Nabi Muhammad (shollallahu ‘alayhi wassalam).
Tidak ada keraguan pada kenyataaan bahwa buku ini dapat memberikan kejutan psikologis kepada para pembaca dari pihak Barat, Kristen, Yahudi dan bahkan sebagian Muslim. Namun, biarkan kami membuatnya menjadi jelas dan sederhana bahwa kami tidak menulis buku ini untuk menyerang para pembaca dari kalangan-kalangan tersebut. ‘Kenyataan internal (dalaman)’ saat ini, seperti yang dipahami melalui al-Qur’an, sangat berbeda dengan ‘penampilan eksternal (luaran)’ yang dijadikan landasan orang-orang dalam membuat pertimbangan. Akan ada perbedaan sudut pandang antara orang yang melihat dengan dua mata, yaitu mata eksternal (mata fisik luar) dan internal (mata hati di dalam), dengan orang yang hanya melihat dengan satu mata (karena mereka buta secara internal yakni buta mata hatinya). Nabi Muhammad (shollallahu ‘alayhi wassalam), memperingatkan bahwa zaman Dajjal al-Masih Palsu akan menjadi zaman ketika ‘penampilan’ dan ‘kenyataan’ menjadi sangat berbeda satu dengan yang lain. Tidak ada yang dapat melihat ‘secara internal’ dan mendalami ‘kenyataan’ pada Zaman Akhir kecuali orang-orang yang dengan penuh keimanan mengikuti Nabi Muhammad (shollallahu ‘alayhi wassalam).
Kami merasa yakin, akan ada sebagian umat Yahudi
yang membaca penjelasan berlandaskan al-Qur’an mengenai
peristiwa-peristiwa yang terungkap di Tanah Suci ini, Insya Allah, akan meyakini Kebenaran
al-Qur’an dan sebagai akibatnya menerima Nabi Muhammad (shollallahu ‘alayhi wassalam) sebagai Nabi yang benar dari Tuhan-nya Ibrahim.
Penafsiran dan Penjelasan
Kadangkala kami sendiri harus menafsirkan teks
(al-Qur’an) ketika teks tersebut tidak dijelaskan secara langsung, baik
oleh Allah Maha Bijaksana, atau oleh Rasul-Nya (shollallahu ‘alayhi wassalam). Kami melakukannya agar dapat menentukan penjelasan al-Qur’an untuk topik
kami. Jika kami melakukannya, maka itu berarti kami menolak mereka yang
mengaku memilih tidak menafsirkan apapun dari teks suci melainkan yang memiliki
makna yang langsung dan jelas. Kami mengajak mereka yang menolak penafsiran
kami agar mereka sendiri mengajukan ‘penjelasan’ bagaimana al-Qur’an
‘menjelaskan’ kembalinya umat Yahudi ke Tanah Suci. Selanjutnya, jika kami menafsirkan teks
al-Qur’an, kami selalu melakukannya dengan ketentuan bahwa Allah Maha Tahu! (Allahu a’lam).
Jerusalem dan Klaim Kebenaran al-Qur’an
Menjadi hal yang dianggap ketinggalan pada zaman
sekulerisasi pengetahuan ini untuk memilih wahyu yang turun dari
Tuhan-nya Ibrahim (‘alayhi salam) sebagai sumber untuk mencoba menjelaskan
peristiwa dunia. Tetapi hal ini tepat terjadi ketika Negara Israel muncul di
dunia modern. Zionis Yahudi Eropa menggunakan Taurat dalam mengemukakan argumen
mengenai hak anugerah Tuhan mereka untuk merebut Tanah Suci dan
merestorasi Negara Israel (yang didirikan pertama kali oleh Nabi Raja Daud [‘alayhi salam]). Perdana Menteri Euro-Israel yang pertama, David Ben Gurion,
menyatakan dengan sangat terus terang: “al-Kitab adalah dasar perbuatan kami di
Tanah Israel”. Dengan demikian, cukup adil jika kami merespon kedatangan Negara
Israel dengan penjelasan yang didapat eksklusif dari al-Qur’an.
Seiring dengan berjalannya proses historis yang terungkap pada tahap akhir zaman ini, dan semakin meningkatnya kapasitas al-Qur’an menunjukkan kemampuannya menjelaskan dunia dan Jerusalem secara akurat saat ini, yang demikian itu akan mengesahkan klaimnya sebagai Kebenaran. Lebih penting dari hal-hal lainnya, buku ini menyajikan klaim bahwa al-Qur’an adalah Kebenaran. Hal ini tepat seperti yang dinyatakan al-Qur’an sendiri dalam sebuah surat yang dinamakan al-Fussilat (“sesuatu yang diuraikan dengan jelas”):
Seiring dengan berjalannya proses historis yang terungkap pada tahap akhir zaman ini, dan semakin meningkatnya kapasitas al-Qur’an menunjukkan kemampuannya menjelaskan dunia dan Jerusalem secara akurat saat ini, yang demikian itu akan mengesahkan klaimnya sebagai Kebenaran. Lebih penting dari hal-hal lainnya, buku ini menyajikan klaim bahwa al-Qur’an adalah Kebenaran. Hal ini tepat seperti yang dinyatakan al-Qur’an sendiri dalam sebuah surat yang dinamakan al-Fussilat (“sesuatu yang diuraikan dengan jelas”):
“Kami akan Memperlihatkan kepada mereka
Tanda-tanda Kami (melalui apa yang terungkap) di segenap ufuk (dari alam
semesta) dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka
bahwa al-Qur’an itu adalah Benar. Dan apakah Tuhan-mu tidak Cukup (bagi
kalian) bahwa sesungguhnya Dia Menyaksikan segala sesuatu?” (al-Qur’an, al-Fussilat, 41:53)
Jerusalem, sebuah Kota Suci bagi umat Muslim,
Kristen, dan Yahudi, ditakdirkan memainkan peran paling penting pada
Zaman Akhir. Islam, Kristen, dan Yahudi semua setuju pada hal ini. Ada begitu
banyak tanda-tanda dengan jelas dapat dilihat bagi mereka yang dianugerahi
penglihatan spiritual bahwa sekarang kita hidup pada Zaman Akhir, zaman yang
akan menyaksikan Hari Kiamat.
Sangat penting pandangan al-Qur’an mengenai
topik ini disampaikan lagi dan lagi pada zaman ini karena Jerusalem telah
mulai memainkan peran tersebut yang memang merupakan takdirnya. Buku ini
menjelaskan peran itu. Juga sangat penting, peran Jerusalem pada Zaman Akhir
harus dijelaskan melalui sudut pandang intuitif spiritual karena peran
itu hanya dapat dilihat dengan cara tersebut.
Tentunya kami ingin menjangkau pembaca dari
kalangan awam. Sangat penting agar mereka mengenal takdir Jerusalem
dan Tanah Suci berlandaskan al-Qur’an dan Hadits (sabda Nabi Muhammad [shollallahu ‘alayhi wassalam]), karena klaim saingan pada Jerusalem masing-masing
menyatakan bahwa Jerusalem ditakdirkan mengesahkan klaim eksklusifnya pada
Kebenaran dan membuktikan yang lain salah. Uraian sederhananya adalah umat Yahudi percaya
bahwa takdir Jerusalem akan menyambut kedatangan al-Masih. Saat
al-Masih datang, dia akan mengembalikan masa emas atau kejayaan umat
Yahudi dan akan menguasai dunia dari Jerusalem. Hal itu akan membuktikan
Kebenaran Yahudi dan akan mengesahkan kesalahan klaim saingannya. Umat
Kristen juga mempunyai kepercayaan bahwa saat ‘Isa (Jesus) al-Masih kembali, dia akan memerintah dunia dari Jerusalem dan dia akan mengesahkan
Kebenaran dogma-dogma Kristen, seperti Trinitas, Penitisan Tuhan,
Penebusan Dosa, dll. Dengan demikian, akan mengesahkan klaim Kristen sebagai Kebenaran
dan membuktikan yang lain salah. Umat Muslim juga percaya bahwa Jerusalem
mempunyai takdir yang akan mengesahkan klaim Islam sebagai Kebenaran dan
akan membuktikan kesalahan klaim Kristen dan Yahudi sekarang. Karena ketiga
konsep Kebenaran ini, semuanya mengaku berasal dari Ibrahim (‘alayhi salam) namun memiliki perbedaan yang sangat jelas, maka ketiganya tidak mungkin
benar semuanya. Pandangan umat Muslim, seperti yang muncul dalam
buku ini, adalah bahwa ‘Isa (‘alayhi salam) al-Masih Asli, akan kembali ke bumi suatu hari nanti, menuju Jerusalem dan memerintah dunia sebagai Hakimun ‘Adil (pemimpinyang adil), “akan menikah, punya anak, dan mengalami maut”, “Muslim akan berdoa untuknya dan dia akan dikubur
berdampingan dengan Nabi Muhammad (shollallahu ‘alayhi wassalam) di Kota Madinah” di Tanah Arabia di mana Nabi (shollallahu ‘alayhi wassalam) dikuburkan. Saat dia kembali, “‘Isa (‘alayhi salam) akan mengahancurkan salib”, itu akan menjadi akhir dari Kekristenan,
agama salib, lalu dia akan membunuh ‘babi’.
“Dari Abu Hurairah: Rasulullah bersabda: Demi Dia yang menggenggam
jiwaku, Putra Maryam akan segera turun ke tengah-tengah kalian sebagai Pemimpin
yang adil. Dia akan menghancurkan salib dan membunuh ‘babi’ dan menghapuskan Jizyah (pajak bagi umat Yahudi dan Kristen yang tinggal di wilayah Islam). Kemudian
akan ada banyak sekali uang sehingga tidak akan ada lagi orang yang (layak)
menerima zakat.”
(Sahih Bukhari)
Maksud kata ‘babi’ tidak dapat ditafsirkan secara harfiah karena penafsiran tersebut tidak cocok dengan konteks Hadits tersebut. Melainkan, penggunaan kata ‘babi’ menunjukkan kemurkaan Tuhan yang sangat besar. Buku ini memiliki pertanyaan: Siapa ‘babi’ yang akan dibunuh al-Masih saat dia kembali? Kepada siapa al-Masih akan sangat marah? Siapa yang mencoba menyalib al-Masih? Umat Muslim mempunyai informasi yang tepat mengenai waktu saat ‘Isa (‘alayhi salam) al-Masih akan kembali yaitu saat air di Laut Galilee hampir mengering, atau telah mengering:
Maksud kata ‘babi’ tidak dapat ditafsirkan secara harfiah karena penafsiran tersebut tidak cocok dengan konteks Hadits tersebut. Melainkan, penggunaan kata ‘babi’ menunjukkan kemurkaan Tuhan yang sangat besar. Buku ini memiliki pertanyaan: Siapa ‘babi’ yang akan dibunuh al-Masih saat dia kembali? Kepada siapa al-Masih akan sangat marah? Siapa yang mencoba menyalib al-Masih? Umat Muslim mempunyai informasi yang tepat mengenai waktu saat ‘Isa (‘alayhi salam) al-Masih akan kembali yaitu saat air di Laut Galilee hampir mengering, atau telah mengering:
“….akan pada saat itu ketika Allah mengutus al-Masih Putra Maryam,
dia akan turun pada menara putih di sisi timur Damaskus, memakai dua kain
berwarna jingga muda dan meletakkan tangannya pada sayap dua malaikat. Saat dia
menurunkan kepalanya, akan jatuh butiran-butiran keringat dari kepalanya, dan saat dia
menaikkannya, butiranbutiran seperti mutiara akan menyebar darinya. Setiap orang kafir yang
mencium bau tubuhnya akan mati dan nafasnya akan menjangkau sejauh dia dapat
memandang. Kemudian dia akan mencarinya (Dajjal) sampai dia menangkapnya di
Pintu Gerbang Ludd dan membunuhnya. Kemudian segolongan manusia yang dilindungi
Allah akan datang kepada ‘Isa Putra Maryam, dan dia akan menyeka wajah mereka
dan memberitahu kedudukan mereka di surga. Pada saat itu Allah menyampaikan wahyu
kepada ‘Isa: Aku telah memunculkan di antara hamba-hamba-Ku segolongan manusia yang
tidak ada yang sanggup untuk melawannya; engkau bawalah orang-orang ini dengan
selamat ke Tur, dan kemudian Allah akan mengirim Ya’juj dan Ma’juj dan mereka akan
turun dengan berkerumun dari setiap ketinggian, yang pertama dari mereka akan
melewati Danau Tiberias dan meminumnya. Dan ketika yang terakhir dari mereka
lewat, dia akan berkata: Dulu di sini ada air…” (Sahih Muslim)
Laut Galilee (disebut juga Danau Tiberias atau
Danau Kinneret) berkurang volume airnya pada saat ini daripada sebelumnya dalam
sejarah, dan volume air itu terus berkurang karena Pemerintah Yahudi
Euro-Israel mengambil lebih banyak air daripada kemampuan alam
mengembalikannya kembali ke laut. Sesederhana itulah penjelasannya! Saat air
mengering dan tidak ada lagi air segar yang tersisa, akhirnya Yahudi Zionis akan
mencapai puncak kekuasaan tertinggi dalam keseluruhan strateginya membuat bangsa
Arab tunduk pada kekuasaan umat Yahudi di Tanah Suci. Hal itu akan berarti
secara tidak langsung mereka menyembah al-Masih Palsu daripada menyembah
Allah Maha Tinggi. Mereka disyaratkan demikian untuk mendapatkan air hasil
desalinisasi milik Israel. Orang-orang Arab akan menjadi terlalu miskin
untuk membeli air.
Buku ini menjadikannya jelas bahwa yang harus
dilakukan umat Yahudi tersebut adalah mengukur sisa waktu sebelum
kehancuran mereka dengan mengamati tingkat ketinggian air di Laut
Galilee.
Bersambung ke Misteri Jerusalem, "Kota" Dalam Alquran
Semoga Bermanfaat
Bersambung ke Misteri Jerusalem, "Kota" Dalam Alquran
Semoga Bermanfaat