Al-Quran Menyatakan bahwa Tanah Suci, Termasuk Jerusalem Pernah Diberikan kepada Bani Israel
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada
kaumnya, “Wahai kaumku! Ingatlah nikmat Allah kepada kalian ketika Dia Mengangkat
Nabi-nabi di antara kalian, Menjadikan kalian raja-raja (merdeka) dan
Memberikan kepada kalian apa yang belum pernah Dia Berikan kepada kaum yang lain.” “Wahai kaumku! Masuklah ke Tanah Suci yang telah
Allah berikan kepada kalian, dan janganlah kalian berpaling ke
belakang dengan tercela (karena takut kepada musuh), karena dengan begitu kalian
menjadi orang-orang yang merugi (akan dijatuhkan pada keruntuhan kalian).” (al-Qur’an, al-Maidah, 5:20-21)
Daniel Pipes, dalam artikelnya yang diterbitkan
surat kabar Los Angeles Times (“Jerusalem Means More to Jews than to
Muslims”, Jerusalem Lebih Berarti bagi Umat Yahudi daripada Bagi Muslim, 21 Juli 2000), berusaha menolak klaim Islam terhadap Jerusalem dengan mengatakan
bahwa Jerusalem: “tidak disebutkan sekalipun dalam al-Qur’an atau
dalam peribadahan.” Adalah benar bahwa kata Jerusalem secara
tersurat tidak ada dalam al-Qu’ran, tetapi hal itu merupakan kebijaksanaan Tuhan.
Al-Qur’an menunjuk Jerusalem dengan cara yang penuh teka-teki (dan memang
tepat demikian) sebagai suatu ‘Kota’ (Qaryah) yang dihancurkan,
penduduknya diusir, dan dilarang kembali untuk memilikinya lagi. Larangan
tersebut tetap berlaku hingga tiba suatu waktu saat Ya’juj dan Ma’juj dilepaskan (lihat
al-Qur’an, al-Anbiyah, 21:95-96).
Nama menurut bahasa Arab untuk Jerusalem adalah
“Bait al-Maqdis” pernah disebutkan dalam Hadits. Nama menurut Romawi
yaitu Aelia juga disebutkan dalam nubuat yang sangat penting dari Nabi
Muhammad (shollallahu ‘alayhiwassalam). Sungguh sangat mengejutkan, Dr. Pipes telah
memilih untuk tidak menghiraukan ayat-ayat al-Qur’an tersebut di
atas yang tidak diragukan lagi bermakna bahwa Tanah Suci (dengan Jerusalem
sebagai pusatnya) pernah diberikan Allah Maha Tinggi kepada umat Yahudi
pada saat Musa (‘alayhisalam) membawa Bani Israel keluar dari perbudakan di Mesir, dan mereka
telah mengalami mukjizat melewati lautan dan mencapai
Sinai. Musa (‘alayhi salam) menyeru dan memerintahkan mereka untuk berjuang
menguasai Tanah Suci, dia berseru:
“Wahai kaumku! Masuklah ke Tanah Suci
yang telah Allah berikan kepada kalian, dan janganlah berpaling ke
belakang (yang berarti pengkhianatan atas keimanan kalian) karena dengan begitu
kalian akan merugi (termasuk rugi kehilangan hak pewarisan Tanah Suci).” “Mereka menjawab, “Wahai Musa!
Sesungguhnya ada orang-orang yang sangat kuat dan ganas yang tinggal di Tanah itu,
dan kami tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar dari sana. Jika
mereka keluar dari sana, niscaya kami akan masuk.” (lihat juga Bilangan [Numbers], 13:32-33).
“Kemudian berkatalah dua orang yang takut
kepada Tuhan (menurut Taurat adalah Yosua bin Nun dan Kaleb bin
Yefune) yang telah diberkahi oleh Allah, “Serbulah mereka melalui pintu
gerbangnya (melakukan serangan langsung) karena jika kalian memasukinya,
niscaya kalian akan menang. Dan bertawakallah kalian hanya kepada Allah,
jika kalian benar-benar beriman.” (al-Qur’an, al-Maidah, 5:21-23)
Orang-orang Yahudi menjawab seruan Musa (‘alayhi salam) dengan jawaban yang sangat menghina sehingga Allah Maha Tinggi
segera melarang mereka memasuki Tanah Suci:
“Mereka berkata, “Wahai Musa! Sampai
kapan pun kami tidak akan pernah memasukinya (Tanah Suci) selama mereka
masih ada di dalamnya. Maka pergilah engkau bersama Tuhanmu, dan
berperanglah kalian berdua! Biarlah kami tetap duduk (menanti) di sini saja.” “Dia (Musa) berkata, “Ya Tuhanku! Aku
tidak memiliki kendali pada siapapun kecuali pada saudaraku dan diriku sendiri
maka pisahkan kami dari orang-orang yang Fasiq (durhaka dan penuh dosa) itu.”
“(Allah) berfirman,”(Dengan demikian,
karena perbuatan khianat mereka,) maka Tanah itu (Tanah Suci) terlarang bagi
mereka selama empat puluh tahun. Mereka akan mengembara di bumi (Sinai) dengan
kebingungan. Maka janganlah engkau (Musa) bersedih hati terhadap orang-orang
yang Fasiq (durhaka dan penuh dosa) itu.” (al-Qur’an, al-Maidah, 5:24-26)
Selain itu, al-Qur’an kembali mengkonfirmasi
pernyataan bahwa Tanah Suci pernah diberikan kepada umat Yahudi:
“Dia (Fir’aun) hendak memusnahkan mereka
(Bani Israel) dari muka bumi tetapi Kami (Allah) Menenggelamkan dia
(Fir’aun) beserta orang-orang yang bersama dia seluruhnya. Kemudian Kami
(Allah) berfirman kepada Bani Israel: “Tinggallah dengan aman di Tanah (Suci)…” (al-Qur’an, Bani Israel, 17:103-104)
Dan lagi:
“Dan Kami Wariskan kepada kaum yang
tertindas itu bagian Timur dan Barat dari Tanah (Suci) yang Kami berkahi. Dan
(dengan demikian) janji yang adil dari Tuhanmu kepada Bani Israel telah
ditepati, karena mereka memiliki kesabaran dan tetap tabah dalam penderitaan.
Sedangkan Kami Hancurkan semua yang telah dibuat Fir’aun dan kaumnya dan
semua yang telah mereka bangun (dengan kesombongan).” (al-Qur’an, al-‘Araf, 7:137)
Lagi-lagi hal itu mengherankan saya, sarjana
Yahudi dan Zionis tidak menyebutkan pernyataan-pernyataan sangat jelas
ini yang dinyatakan al-Qur’an bahwa Tanah Suci pernah diberikan kepada umat
Yahudi:
“Wahai kaumku! Masuklah ke Tanah Suci
yang telah Allah berikan kepadamu…” “Kemudian Kami (Allah) berfirman kepada
Bani Israel, “Tinggallah dengan aman di Tanah (Suci)…” “Kami Wariskan kepada kaum yang tertindas
itu (Bani Israel) Bagian Timur dan Barat dari Tanah (Suci) yang kami
berkahi.”
Pembaca kami yang bersungguh-sungguh mencari
Kebenaran tentang takdir Jerusalem harus dengan hati-hati
mempertimbangkan keengganan sarjana-sarjana Euro-Yahudi, Zionis, dan Bani Israel untuk
menggunakan al-Qur’an dalam masalah ini. Buku ini menawarkan penjelasan atas
kelakuan yang aneh tersebut. Penjelasannya adalah keengganan mereka untuk
menampakkan kecurangan karena menghapuskan syarat-syarat yang
ditetapkan Allah Maha Tinggi dalam Taurat bagi pewaris Tanah Suci. Kecurangan dalam
penulisan ulang Taurat diungkap dalam al-Qur’an. Kecurangan apa itu?