Sejarah Bangsa Yahudi Melakukan Kerusakan 2 Kali

ADSENSE HERE

Tuhan Mengusir Umat Yahudi dari Tanah Suci karena Pelanggaran Syarat-Syarat Pewarisannya 

Sejarah Bangsa Yahudi Melakukan Kerusakan 2 Kali

“Dan Kami sampaikan peringatan (yang jelas) kepada Bani Israel dalam Kitab (Al-Qur’an) bahwa dua kali mereka akan melakukan Fasad di ‘Tanah’ dan berbangga diri dengan kesombongan yang besar (dan dua kali mereka akan dihukum)!”

“Saat peringatan pertama datang, Kami mengirimi kalian hamba-hamba Kami yang dapat berperang hebat. Mereka memasuki bagian terdalam rumah kalian, dan itu adalah suatu peringatan yang telah terwujud menjadi nyata.”

“Dan setelah berlalu beberapa waktu, Kami membolehkan kalian menang melawan mereka lagi dan menolong kalian dengan kekayaan dan keturunan, dan membuat jumlah kalian menjadi lebih banyak.”

“Jika kalian tetap berbuat baik (maka) itu untuk kebaikan kalian sendiri. Sedangkan jika kalian berbuat jahat, (maka) kalian (sendiri) yang akan menerima akibatnya. Dan dengan begitu, ketika (periode Fasad) yang kedua menjadi nyata. (Kami mengangkat musuh baru melawan kalian dan membolehkan mereka) menghinakan kalian sepenuhnya, dan memasuki Tempat Ibadah (Masjid al-Aqsa) seperti (pendahulu mereka) sebelumnya telah memasukinya, dan menghancurkan semua yang telah mereka kuasai.” (al-Qur’an, Bani Israel, 17: 4-7)

Surat Bani Israel (surat ke-17) dalam al-Qur’an merekam sejarah Jerusalem yang membuka kepalsuan pernyataan dalam Taurat berikut ini: “Jadi ketahuilah, bahwa bukan karena jasa-jasamu (perilaku salehmu), TUHAN, Allahmu, memberikan kepadamu Tanah yang baik itu untuk dimiliki. Sesungguhnya engkau bangsa yang tegar tengkuk (keras kepala)!” (Ulangan [Deuteronomy], 9:6)

Pernyataan tersebut palsu karena mendirikan dasar kepercayaan bahwa Tuhan memberikan Tanah Suci kepada umat Yahudi tanpa syarat. Dengan kata lain, membolehkan umat Yahudi berargumen bahwa Tanah Suci tetap dimiliki mereka bahkan jika perilaku mereka tidak saleh karena kesalehan bukan syarat pewarisan
Tanah Suci tersebut. Umat Yahudi berargumen bahwa Ibrahim (‘alayhi salam) adalah orang saleh dan akibat kesalehannya, Tanah itu diberikan kepadanya dan kepada keturunannya! Dengan begitu, jika perilaku umat Yahudi tidak saleh pun tidak akan menghilangkan hak mereka untuk mewarisi Tanah Suci. Selain itu, Taurat sangat langsung dan jelas dalam hal ini:

“Tetapi kamu harus menaruh perkataanku ini dalam hatimu dan dalam jiwamu; kamu harus mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu. Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun; engkau harus menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu, supaya panjang umurmu dan umur anak-anakmu di Tanah (Suci) yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu untuk memberikannya kepada mereka, selama ada langit di atas bumi. 

Sebab jika kamu sungguh-sungguh berpegang pada perintah yang kusampaikan kepadamu untuk dilakukan, dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya dan dengan berpaut pada-Nya, maka TUHAN akan menghalau segala bangsa ini dari hadapanmu, sehingga kamu menduduki daerah bangsa-bangsa yang lebih besar dan lebih kuat dari padamu. Setiap tempat yang diinjak oleh telapak kakimu, kamulah yang akan memilikinya: mulai dari padang gurun sampai gunung Libanon, dan dari Sungai Mesir sampai Sungai Eufrat, akan menjadi daerahmu. Tidak ada yang akan dapat bertahan menghadapi kamu: TUHAN, Allahmu, akan membuat seluruh negeri yang kau injak itu menjadi gemetar dan takut kepadamu, seperti yang dijanjikan TUHAN kepadamu.” (Ulangan [Deuteronomy], 11:18-25)

(Artikel yang ditulis Michael Avi-Yonah dalam Jewish Encyclopedia [Ensiklopedia Yahudi] menyatakan bahwa “setelah penaklukannya, Daud (‘alayhisalam) menjadikan Jerusalem sebagai pusat kekaisaran yang luas dari Mesir sampai Eufrat, meskipun hanya mewarisi pemerintahan pendahulunya, Sulaiman (‘alayhisalam) mengambil keuntungan penuh dari kenyataan ini.”)Tetapi Ulangan (Deuteronomy) 9:6 dan 11:18-25 salah jika mereka mengabaikan perilaku saleh dan keimanan sebagai syarat pewarisan Tanah Suci! Al-Qur’an tidak hanya menegaskan bahwa ‘perilaku saleh’ adalah syarat pewarisan itu (surat Al-Anbiyah, 21:105), tetapi juga mengarahkan perhatian pada bukti sejarah bahwa pelanggaran syarat itu selalu berdampak Tuhan mengusir mereka dari Tanah Suci. Surat itu mencatat (setidaknya) dua kejadian saat Bani Israel mengkhianati Agama Ibrahim (‘alayhi salam) dan perilaku saleh sehingga Allah Maha Tinggi mengusir mereka dari Tanah Suci.

Peristiwa pertama terjadi pada tahun 587 sebelum masehi, pasukan Babilonia yang dipimpin Nebukadnezar mengepung Jerusalem, kemudian membakar kota itu, membunuh penduduknya, menghancurkan Masjid yang dibangun Sulaiman (‘alayhi salam), dan membawa orang-orang terbaik dari umat Yahudi untuk dijadikan budak di Babilonia. Nabi Yeremia (‘alayhi salam) telah memperingatkan mereka bahwa hal itu akan terjadi (Yeremia, [Jeremiah] 32:36), tepat seperti yang Allah Maha Kuasa nyatakan dalam al-Qur’an bahwa Dia tidak akan membinasakan suatu kaum sebelum memberi peringatan kepadanya (al-Qur’an, Bani Israel, 17:15).

Salah satu sebab mereka dihukum seperti itu adalah karena mereka mengubah Taurat untuk menjadikan halal (diijinkan) yang Allah Maha Kuasa telah menjadikannya haram (terlarang). Mereka menulis ulang Taurat sehingga menjadikannya mengijinkan mereka memberikan pinjaman uang dengan bunga kepada orang-orang non-Yahudi sementara tetap melarang hal tersebut dalam transaksi sesama umat Yahudi:

“Janganlah engkau meminjamkan dengan bunga kepada saudaramu (sesama Yahudi), baik uang maupun bahan makanan atau apa pun yang dapat dibungakan. Dari orang asing (bukan Yahudi) boleh engkau memungut bunga, tetapi dari saudaramu janganlah engkau memungut bunga ….” (Ulangan [Deuteronomy], 23:19-20)

Pada peristiwa kedua, mereka lagi-lagi diusir dari Tanah Suci karena mereka membunuh para Nabi Allah (sebagai contoh, lihat al-Qur’an, al-Baqarah, 2:61). Mereka membunuh Zakariah (‘alayhi salam) di Masjid, dan anaknya, Yahya (John) (‘alayhi salam), dibunuh dengan tipu daya. ‘Isa (Jesus) (‘alayhi salam) menyebutkan pembunuhan para Nabi dan mengutuk kejahatan yang bengis ini:

“Sebab itu hikmat Allah berkata: Aku akan mengutus kepada mereka Nabi-nabi dan Rasul-rasul dan sebagian dari antara Nabi-nabi dan Rasul-rasul itu akan mereka bunuh dan mereka aniaya, supaya dari angkatan ini dituntut darah semua Nabi yang telah tertumpah sejak dunia dijadikan, mulai dari darah Habil sampai kepada darah Zakariah yang telah dibunuh di antara mezbah dan Rumah Allah. Bahkan, Aku berkata kepadamu: Semuanya itu akan dituntut dari angkatan ini.” (Lukas [Luke], 11:49-51)

Akhirnya, mereka dengan sombong menyatakan telah membunuh al-Masih, ‘Isa (Jesus) Putra Maryam (tetapi Allah Maha Kuasa menyelamatkannya dari kematian): 

“Dan (Kami Hukum juga) karena mereka berkata (dengan kesombongan), “Kami telah membunuh al-Masih, ‘Isa Putra Maryam, Rasul Allah.” Padahal mereka tidak membunuhnya, dan tidak menyalibnya, tetapi dibuat tampak demikian bagi mereka. Sesungguhnya mereka yang berselisih pendapat tentang (pembunuhan) ‘Isa, selalu diliputi keraguan tentang yang dibunuh itu. Mereka benar-benar tidak tahu, melainkan hanya mengikuti persangkaan belaka, karena sesungguhnya mereka tidak membunuhnya.” (al-Qur’an, an-Nisa, 4:157) 

Setelah itu, Allah Maha Tinggi menghukum mereka untuk kedua kalinya. Pasukan Romawi dipimpin Jenderal Titus mengepung Jerusalem pada tahun 70 M. Titus menghancurkan Kota Jerusalem, membunuh penduduknya, dan mengusir sisa-sisa umat Yahudi dari Tanah Suci. Masjid itu lagi-lagi dihancurkan dan pasukan menghancurkannya, batu demi batu, untuk mencari cairan emas tepat seperti peringatan dan nubuat ‘Isa (‘alayhi salam), “tidak satu batu pun akan tertinggal di atas yang lain, semua akan diruntuhkan.” (lihat al-Qur’an, Bani Israel, 17:4-7). 

“Dan Kami sampaikan peringatan (yang jelas) kepada Bani Israel dalam Kitab (al-Qur’an) bahwa dua kali mereka melakukan Fasad di ‘Tanah’ dan berbangga diri dengan kesombongan yang besar (dan dua kali mereka dihukum)!” “Saat peringatan pertama datang, Kami mengirimi kalian (Bani Israel) hambahamba Kami yang dapat berperang hebat. Mereka memasuki bagian terdalam rumah kalian, dan itu adalah suatu peringatan yang telah terwujud menjadi nyata.” “Dan setelah berlalu beberapa waktu Kami membolehkan kalian menang melawan mereka lagi dan menolong kalian dengan kekayaan dan keturunan, dan membuat jumlah kalian menjadi lebih banyak.” “Jika kalian tetap berbuat baik (maka) itu untuk kebaikan kalian sendiri. Sedangkan jika kalian berbuat jahat, (maka) kalian (sendiri) yang akan menerima akibatnya. Dengan begitu, maka ketika (periode Fasad) yang kedua menjadi nyata (Kami mengangkat musuh baru melawan kalian dan membolehkan mereka) menghinakan kalian sepenuhnya, dan memasuki Tempat Ibadah (Masjid al-Aqsa) seperti (pendahulu mereka) sebelumnya telah memasukinya, dan menghancurkan semua yang telah mereka kuasai.” (al-Qur’an, Bani Israel, 17: 4-7)

“…Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang Fasiq (tentang bagaimana mereka tinggal terpencil).” (al-Qur’an, al-‘Araf, 7:145) 

Al-Qur’an menyebutkan Tempat Ibadah yang dihancurkan dua kali sebagai ‘al-Masjid’ tetapi sesaat sebelum melakukannya al-Qur’an menjelaskan mukjizat perjalanan Nabi Muhammad (shollallahu ‘alayhi wassalam) sebagai perjalanan dari Masjid al-Haram (di Mekah) ke Masjid al-Aqsa (Masjid yang Jauh): 

"Maha Suci (Allah), yang telah Memperjalankan hamba-Nya pada malam dari Masjid al-Haram ke Masjid Terjauh (al-Aqsa), yang di sekitar (wilayahnya) Kami berkahi, agar Kami dapat menunjukkan kepadanya beberapa dari Tanda-tanda Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat (segala sesuatu).” (al-Qur’an, Bani Israel, 17:1) 

Masjid dalam ayat al-Qur’an yang dihancurkan dua kali tidak mungkin selain Masjid yang dibangun Sulaiman (‘alayhi salam) di Jerusalem. Nabi (shollallahu ‘alayhiwassalam) sendiri mengkonfirmasi ini. Ini adalah Masjid yang sama yang disebutkan di atas sebagai Masjid al-Aqsa yang didatangi Nabi (shollallahu ‘alayhi
wassalam) pada mukjizat perjalanan malam harinya. Al-Qur’an menjelaskan bahwa dia dibawa ke sana agar ditunjukkan kepadanya beberapa ‘Tanda-tanda’ dari Allah Maha Tinggi, di antara ‘Tanda-tanda’ itu adalah tentang takdir Jerusalem. Setelah menghukum umat Yahudi untuk kedua kalinya dengan mengusir mereka dari Tanah Suci, Allah Maha Tinggi menyatakan kehendak-Nya untuk tetap menghukum mereka (dan mengusir mereka) jika mereka tetap menodai Tanah Suci dengan pelanggaran syarat keimanan dan perilaku saleh: 

“…tetapi jika kalian kembali (melanggar syarat pewarisan Tanah Suci), niscaya Kami akan kembali (menimpakan azab kami, yakni kalian akan diusir lagi dan lagi)…” (al-Qur’an, Bani Israel, 17:8) 

Takdir Jerusalem dengan jelas ditulis pada peringatan di atas dan mengukuhkan pernyataan al-Qur’an. Ini tidak peduli pada salah satu, atau semua hal-hal berikut:

Persetujuan yang dirundingkan di Camp David atau di mana pun antara wakil-wakil nasionalis sekuler bangsa Palestina dengan nasionalis sekuler pihak Euro-Yahudi yang dianggap mewakili Bani Israel,
Resolusi Senat dan Badan Legislatif Amerika Serikat yang menggantikan Parlemen Inggris sebagai penyokong dan pelindung utama Negara Yahudi Israel,
Resolusi Dewan Keamanan atau Majelis Umum PBB yang dianggap sebagai pemerintah dunia. Takdir Jerusalem tampak dengan jelas dalam konteks ketidakbertuhanan, dekadensi, dan penindasan, yang sekarang mencemari Tanah Suci. Lebih jelasnya pembahasan ini akan diuraikan dalam Bagian Kedua buku ini, dalam analisis politik Syirik Negara Israel dan ekonomi Ribanya.

Adalah takdir Israel yang akan menerima hukuman Tuhan yang sebelumnya telah dialaminya dua kali. Hukuman Tuhan yang pertama datang dari pasukan Babilonia yang menghancurkan Israel. Yang kedua adalah pasukan Romawi. Dan yang ketiga dan yang terakhir yaitu pasukan Muslim yang akan menghancurkan Negara Yahudi. ‘Tanda-tanda’ dari Tuhan yang dahulu ditunjukkan kepada Nabi Muhammad (shollallahu ‘alayhi wassalam) dalam mukjizat kunjungannya ke Jerusalem di antaranya adalah ‘Tanda-tanda’ mengenai takdir Jerusalem. Hal ini tampaknya luput dari perhatian Daniel Pipes. 

Nabi Terakhir (shollallahu ‘alayhi wassalam) melihat Zaman Akhir. Dia melihat, dengan mata spiritualnya, umat Yahudi pada zaman itu kembali ke Tanah Suci. Dia melihat pembentukan Negara Israel palsu, dan ketidakbertuhanan, dekadensi, dan penindasan besar-besaran yang terjadi di Tanah Suci. Dia melihat kembalinya ‘Isa (‘alayhi salam) Putra Maryam dan kehancuran Israel oleh pasukan Muslim. Dan dia melihat kebenaran, keadilan, dan kesalehan dalam Agama Ibrahim (‘alayhi salam) ketika al-Masih ‘Asli’ merestorasi Negeri Tanah Suci saat dia kembali nanti.
ADSENSE HERE